Rabu, 13 Juli 2016

Sejarah Aswaja

Sejarah Aswaja


AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH;
PENGERTIAN, SEJARAH, DAN TOKOH


Dibuat Oleh
1.     Ika Luviana Sari              (151120001627)
2.     Nur Ihsan                          (151120001633)
3.     Anik Hidayah                   (151120001647)
4.     Afrida Andriastuti           (151120001650)




PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU) JEPARA
2016



KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Dalam Resume Materi Kuliah  yang berjudul“Ahlusunnah Wal Jama’ah:  Pengertian,  Sejarah, dan Tokoh-Tokoh Aswaja”
 ” penulis bermaksud menjelaskan secara detail tentang materi penalaran. Adapun tujuan pembuatan resume ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama 2 (Ahlusunnah Wal Jama’ah). Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan resume ini.



Jepara, 26 Februari 2016


Penulis













BAB I
PENDAHULUAN

Aswaja sangat perlu dipelajari karena Aswaja termasuk ajaran orang-orang Islam secara keseluruhan dan sebagai bekal untuk pedoman hidup dalam sehari-hari. Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang  berdasarkan pada al-quran dan hadis. Aswaja sebagai bagian dari kajian keislaman merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proposional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi suatu masalah teori pada masanya dan mempunyai sikap.
Materi yang akan kita bahas meliputi:
1.     Pengertian, Ajaran, Ciri Khas dan Dasar Akidah Aswaja
2.     Sejarah Kemunculan Aswaja(FaktorReligius, Sosialdan Politik),
3.     Perbedaan Aswaja dan kelompok lain di bidang Aqidah, Fiqh dan Politik
4.     Pandangan Aswaja terhadap Hubungan Syara dengan Akal, Ilmu Kalam dan Filsafat
5.     Mengenal Tokoh-Tokoh Aswaja











BAB II
PEMBAHASAN

1.    PENGERTIAN, AJARAN, CIRI KHAS DAN DASAR AKIDAH ASWAJA
a.      Pengertian Aswaja
1)   Pengertian secara bahasa
Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu :
a)    Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
b)   Al-Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhoi).
c)    Al-Jama’ah berasal dari kata jama’a artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal adri kata ijtima’(perkumpulan), lawan kata dari tafarruq (perceraian) danfurqah (perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
2)   Pengertian secara istilah,
Menurut istilah, “Sunnah” adalah suatu nama untuk cara yang diridloi oleh agama yang di tempuh oleh Rasullallah selainya dari kalangan orang yang mengerti tentang islam, seperti para sahabat Rasullallah. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah:
عَليكُم بِسُنَّتي وَسُنَّةِ الخُلفـاءِالرَّاشِدِينَ مِن بَعدِي
ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin setelahku”
Menurut Hasyim Asy’ari, dalam istilah syariat (fikih) “Sunnah” artinya sesuatu yang dianjurkan untuk dilakukakan tetapi tidaak wajib.
Menurut para ulama Ushul Fiqh, kata “Sunnah” berarti apapun yang dilakukan, dikatakan, atau ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw, yang dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum syar’i.
Menurut para ahli kalam (para teolog), “Sunnah” ialah kenyakinan (i’tiqad) yang didasarkan pada dalil naql (al-quran, hadis, qawl atau ucapan shahabi, bukan semata bersandar pada pemahaman akal (rasio).
Menurut para ahli polotik, “Sunnah” ialah jejak yang ditinggalkan oleh Rasulullah dan para Khulafa Rasyidin.
Sedangkan jama’ah secara istilah adalah kelompok kaum muslimin dari para dahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Mereka berkumpul berdasarkan Al-quran dan Sunnahdan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah baik secara lahir maupun batin. Definisi lain berdasarkan hadis Rasullallah jama’ah adalah apa yang telah disepakati oleh sahabat Rosul pada masa Khulafau Rosidi. Pada hadis Nabi ketika menjawab pertanyaan sahabat tentang (akan) adanya perpecahan menjadi 71 atau 72 golongan, dan yang selamat hanya satu golongan,. yaitu al-jama’ah. Rasulullah bersabda:
مَن أَراَدَبُحبوحَةَالجَنَّةَ فَليَلزَمِ الجَماعَةَ
Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai disurga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok yang menjadi kebersamaan).” (HR. Al-Tirmidzi (2091), dan al-Hakim (1/77-78) yang menilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi).
Dengan demikian Aswaja adalah golongan pengikut setia Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, jadi Ahlussunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan, amalan-amalan lahiriyah serta ahlak baik dan islam murni yang langsung dari Rasullallah kemudian diteruskan oleh sahabatnya.
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/ 1871-1947) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat (hal. 23-24) sebagai berikut:
أَمَّاأَهلُ السُّنَةِ فَهُم أَهلُ التَّفسِيرُ وَالحَدِيثِ وَالفِقهِ فإِنَّهُم المُهتَدُونَ المُتَمَسِّكُونَ بِسُنَّةِ النَّيِي صلي الله عليهِ وسلم والخُلَفَاءِبَعدَهُ الرَّاشِدِينَ وَهُم الطَّاءِفَةُ النَّاجِيَةُقَالُووَقَد اجتَمَعَت اليَومَ فِي مذَاهِبَ أَربَعَةٍ الحَنَفِيُّونَ وَالشَّافِعِيُّونَ وَالمَالِكِيُّونِوَالحَنبَليُّونَ
Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad saw dan sunnah Khufaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali.”
Oleh karena itu, tidak ada seorangpun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnyayang murni.

b.      Ajaran Aswaja
Islam adalah agama allah yang diturunkan untuk seluruh manusia di dalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Ada 3 hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam itu yaitu iman, islam, dan ihsan. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa iman adalah orang yang beriman kepada Allah SWT, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan qadar (ketentuan)Allah yang baik dan yang buruk. Islam adalah orang yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah. Ihsan adalah orang yang menyembah Allah SWT seolah-olah kamu melihat-Nya.
Dari sisi keilmuan, semula ketiganya merupakan satu-kesatuan yang tidak terbagi-bagi namun selanjutnya para ulama’ mengadakan pemisahan, sehingga menjadi ilmu tersendiri bagian-bagian itu mereka gabungkan sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda, iman memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam islam menghadirkan ilmu fiqih atau ilmu hukum islam. Dan ihsan menghadirkan ilmu tasawuf atau ilmu ahlak.
Meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan perbedaan. Misalnya orang yang sedang sholat dia harus mengesakan Allah disertai kenyakinan bahwa hanya Allah yang wajib disembah (iman), harus memenuhi syarat dan rukun sholat (islam), dan sholat harus dilakukan dengan khusyu’ den penuh penghayatan (ihsan).
Dalam perkembangan sejarah umat islam, terdapat aspek lain yang dapat membedakan ajaran aswaja dengan kelompok lain. Aspek tersebut adalah aspek politik. Aspek politik ini dengan sendirinya melengkapi inti ajaran aswaja (terutama bila diperbandingkan dengan ajaran kelompok lainya), selain aspek aqidah atau teologi dan fiqih atau hukum
c.       Ciri Khas Aswaja
Ciri khas akidah aswaja antara lain menyakini bahwa allah itu ada tanpa arah dan tanpa tempat. Hal ini diantaranya yang membedakan Aswaja dengan aliran lain. Allah SWT berfirman:
لَيسَ كَمِثلِهِ،شَيءٌ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” (QS. Al-Syura :11)
Ayat ini adalah ayat yang paling tegas dalam menjelaskan kesucian Allah SWT secra mutlak tidak menyerupai mahluk-Nya dari aspek apapun.
Ulama Aswaja menjelaskan bahwa alam (mahkluk Allah) terbagi atas dua bagian, yaitu:
1)      Al-jauhar al-fard, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil.
2)      Jims, yaitu benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian. Benda ini juga terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
a)      Benda lathif, yaitu sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti cahaya, roh, angin, dan sebagainya.
b)      Benda katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat (jamad) dan sebagainya.
Dalil berikut ini juga menunjukkan bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat, yaitu hadis shahih:
عَن عِمرَانَ بنِ حُصَينٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُمَاقَالَ رَسُولُ اللهِ صلي الله عليهِ وسلم: كَانَ الله وَلَم يَكُن شَيءٌغَيرُهُ. (رواه البخاري )
Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.” (HR. Al-Bukhari : 2953).
Hadis diatas menjelaskan bahwa Allah SWT itu pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, Arsy, lagit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. AllahSWT juga tidak berubah dari wujud semula yani tetap ada tanpa tempat dan arah. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi juga mengatakan:
وَأَجمَعُواعَلي أَنَّهُ لاَيَحوِيهِ مَكَانٌ وَلاَيَجرِي عَلَيهِ زَمَانٌ
Ahlussunnah Wal-Jama’ah juga bersepakat, bahawa Allah itu tidak diliputi oleh tempat dan tidak dilalui oleh zaman.”


d.      Dasar Akidah Aswaja
Pokok-pokok kenyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lain-lain menurut Aswaja harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitif (qath’i) dari Al- Quran, hadis, ijma’ ulama dan rgumentasi akal yang sehat.
Berikut ini rincian dalil-dalil tersebut secara hirarkis.
1.    Al-Quran
Al-quran Al-Karim adalah pokok dari semua argumen dan dalil. Al-qur’an adalah dalil yang membuktikan kebenaran risalah nabi muhammad SAW, dalil yang membuktikan benar dan tidaknya suatu ajaran. Al-Quran juga merupakan kitab Allah yang terakhir yang menegaskan pesan-pesan dari kitab-kitab samawi sebelumnya.
فَإِن تَنَآزَعْتُم فِيشَيءٍفَرُدُّوهُ اِلَي اللهِ وَالرَّسُولِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (A-Quran) dan Rasul (Sunnahnya).” (QS. Al-Nisa’ :59)
Mengembalikan persoalan kepada Allah SWT, berarti mengembalikan kepada Al-Quran. Sedangkan mengembalikan kepada Rasul, berarti mengembalikannya kepada sunnah Rasul yang shahinh.
2.    Hadits
Hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati dan dapat dipercaya para  ulama. Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits muttawatir. Hadits muttawatir ialah hadits yang disampaikan oleh sekelompok orang yang banyak dan berdasarkan penyaksian mereka serta sampai kepada penerima hadits tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga melalui jalur kelompok yang banyak pula.
Di bawah hadits muttawatir ada hadits mustafidh atau hadits masyhur, dan ada lagi hadits yang dibawahnya masyhur, hadits  masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh  tiga orang atau lebih dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya dan dapat dijadikan argumen dalam menetapkan akidah.
3.    Ijma’ ulama
Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran ahlul haqq dapat dijadikan argument dalam menentukan aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat allah itu qaddim (tidak ada pemulaanya) adalah ijma’ ulama yang qath’i.
4.    Akal
Dalam ayat-ayat al-qur’an allah SWT telah mendorong hamba-hambanya agar merenungkan semua yang ada di alam jagad raya ini, agar dapat mengantar pada kenyakinan tentang kemahakuasaan allah, menurut ulama tauhid, akal difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam menetapkan aqidah-aqidah dalam agama. Meski demikian hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh syara’.

2.    SEJARAH KEMUNCULAN ASWAJA (FAKTOR RELIGIUS, SOSIAL DAN POLITIK),
Ketika nabi wafat, kaum muslimin masih bersatu dalam agama yang mereka jalani, kecuali orang-orang munafik yang luarnya menyatakan islam, sedangkan hatinya menyembunyikan kemunafikan. Klasifikasi social yang ada pada saat itu terdiri dari tiga golongan, orang muslim, orang kafir dan orang munafik. Namun begitu nabi wafat, perselisihan dikalangan mereka segera terjadi tentang seorang pemimpin yang akan menjadi pengganti nabi. Kaum anshar menginginkan kepemimpinan berada ditangan pemimpin mereka yaitu sa’ad bin ubadah. Sedangkan kaum muhajirin menghendaki kepemimpinan berada di tangan abu bakar. Mereka pada kesepakatan untuk memilih abu bakar al shiddiq sebagai khalifah.
Setelah abu bakar al-shiddiq wafat, khalifah berpindah ke tangan umar bin al khaththab, sahabat nabi terbaik setelah abu bakar. Pada masa pemerintahan umar, islam semakin kuat dan negri muslim semakin luas berkat proses penyebaran islam yang berjalan dengan efektif dengan ditaklukanya negeri Persia dan romawi, dua Negara terbesar didunia pada saat itu dan kemudian ditaklukanya negeri-negeri di sekitarnya ke bawah naungan daulah islamiah dalam proses sejarah yang dikenal dengan istilah al-futuhat al-islamiyyah (penaklukan-penaklukan islam), hingga akhirnya khalifah umar menemui ajalnya setelah ditikam oleh seorng budak Persia, yaitu abu lu’lu’ah al-majusi.
Setelah umar wafat, khalifah berpindah ketangan utsman bin affan,  menantu nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar Dzun nurain (pemilik dua cahaya) yaitu satu-satunya orang yang mempunyai dua seorang putri soeorang nabi, rukiayah dan umu kultsum. Dari jalur nasab, ustman masih termasuk keponakan rasullah, melalui jalur ibunya, Arwah binti Kuraiz yang masih sepupu rasullallah. Disamping itu uztman juga sahabat rasullallah terbaik setelah wafatnya ummar.
Setelah 6 tahun dari masa pemerintahan utsman, gejolak politik seputar kebijakan-kebijakan ustman mulai muncul kepermukaan dan menjadi sasaran kritik sebagian masyarakat ustman dari jabatanya melalui gerakan yang dibungkus dalam kemasan amar ma’ruf dan nahi munkar sehingga hal tersebut berakhir dengan  terbunuhnya ustman dikaum pembrontak. Kemudian khalifah berpindah ketangan ali bin abi thalib menantu dan sepupu rasullallah serta sahabat terbaik setelah wafatnya ustman. Namun beragam kekacauan yang terjadi pada masa ustman sangat berpengaruh terhadap pemerintahan ali bin abi thalib.  
Lahirnya nama ahli sunnah wal jama’ah, sebagian kalangan berasumsi bahwa nama aswaja muncul pada masa imam madzhab yang empat, ada pula yang berasumsi, muncul pada masa al imam dan al mathuridi. Dan ada pula yang berasumsi muncul pada sekitar abad ketujuh hijriyah. Tentu saja asumsi itu keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan maka pada periode akhir generasi sahabat rasullallah istilah aswaja mulai diperbincangkan sebagai nama bagi kaum mulimin yang masih setia kepada ajaran islam yang murni dan tidak terpengaruh pada ajaran-ajaran baru.
Pada beberapa ulama salaf mengatakan bahwa aswaja adalah mereka yang hanya memiliki hubungan dengan sunnah nabi rasullallah kita tidak akan mampu memastikan sejak kapan titik permulaan aswaja itu kecuali apabila kita mengakatan permulaan ajaranya adalah titik permulaan ajaran islam itu sendiri,
Disisi lain istilah aswaja memiliki dua sasaran obyek yang berbeda
1.      Aswaja dalam kontek yang bersifat umum yaitu menjadi nama bagi mereka yang bukan pengikut aliran si’ah seperti aliran Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah, Wahhabi dan lai-lain.
2.      aswaja Dlam Konteks yang bersifat khusus yaitu menjadi nama bagi mereka yang mengikuti ajaran rasullallah dan sahabat secara penuh seperti, Mu’tazilah, Murjiah, Karramiyah, Wahhabi,Si’ah dan lai-lain

3.    PERBEDAAN ASWAJA DAN KELOMPOK LAIN DI BIDANG AQIDAH, FIQH DAN POLITIK
Ikhtisar Perbedaan Ajaran Antar Kelompok
·      Dalam bidang teologi (Aqidah)
ASPEK
ASWAJA
SYI’AH
KHAWARIJ
Rukun Islam
1.   Syahadat
2.   Shalat
3.   Puasa
4.   Zakat
5.   Haji
1.    Shalat
2.    Puasa
3.    Zakat
4.    Haji
5.    Wilajah
Lebih pada gerakan politik
Rukun Iman
Iman kepada :
1.   Allah
2.   Para malaikat allah
3.   Kitab-kitap allah
4.   Para rosul allah
5.   Hari akhir
6.   Qadha’ dan qadar
1.    Tauhid
2.    Nubuwwah
3.    Imamah
4.    Al-‘Ald
5.    Al-Ma’ad
Lebih pada gerakan politik
Keberadaan al-Qur’an
Meyakini bahwa al-qur’an tetap orisinal.
Meyakini bahwa al-qur’an tidak orisinil dan sudah diubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah)
Meyakini khalq al-qur’an (penciptaan al-quran), karena itu al-qur’an tidak suci.
Surga dan neraka
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada allah dan rosul-nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada allah dan rosul Nya
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada imam ali. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi imam ali.
Setiap orang dari umat nabi muhammad yang telah melakukan dosa dikategorikan sebagai orang kafir dan ia akan kekal di dalam neraka
Rujukan hadits
Rujukan hadistnya adalah al-kutub al-sittah.
1.   Shahih bukhari
2.   Shahih muslim
3.   Sunan abu dawud
4.   Sunan turmudzi
5.   Sunan ibnu majah
6.   Sunan al-nasa’i

Rujukan haditsnya adalah Al-kutub al-arba’ah yaitu (1) al kafi,(2) al-istibshar,(3) man la yahdhuruhu al faqih, (4) at-tahdzib
 Hanya mengambil hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka

Dalam bidng hukum (fiqh)
ASPEK
ASWAJA
SYI’AH
KHAWARIJ
Mashadir al-tasyri’
Al-qur’an dan sunnah nabi. Sebagian menambah al-ijma (konsensus ulama) dan al-qiyas (analogi hukum)
1.      al-qur’an dan sunnah
2.      sima(pendengaran)dari rasulullah
3.      kitab ali,disebut al-jami ah
4.      al-isy-raqat al-ilahiyah.
meyakini hukum hanya milik allah (la hukma illa lilah), karena itu menghukumi sesuatu dengan selain hukum allah menurut mereka adalah kufur.
Ijtihad
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash al-qur’an dan sunnah
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah selain imamah.
1.      potensi ijtihad terbuka, namun kesalahan dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang kafir
2.      hammasah dan hanya berpegang teguh pada zhahir lafal atau teks dalil.
Rujukan fikih
Mengambil fikih dari imam madzhab empat yaitu abu hanafi, malik, syafi’i, dan ahmad bin hanbal
Mengambil fikih dari pada imam syi’ah
Terutama sekte ibadhiyah, memiliki ulama dan kitab-kitab fikih yang diambil para imam mereka.

Dalam Bidang Politik
ASPEK
ASWAJA
SYI’AH
KHAWARIJ
Khulafa’ur Rasyidin
Khulafaur rasyidin yang diakui (sah) adalah
1.      Abu bakar
2.      Umar
3.      Usman
4.      Ali
Ketiga khalifah (abu bakar, umar, usman) tidak diakui oleh syiah (keculi oleh syiah zaidiyyah). Karena dianggap telah merampas kekhalifahan ali bin abi thalib
-menyatakan keluar dari kepemimpinan ali bin abi thalib (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al-‘aqd dan telah dibaiat rakyat) setelah terjadinya peristiwa takim
-mengkafirkan ali, usman, mu’awiyah,orang-orang yang terlibat dalam perang jamal, dua pihak yang menyepakati perjanjian tahkim, serta orang-orang yang mendukung kedua pihak tersebut
Imamah
Pemimpin atau imam tidak terbatas pada dua belas imam, sehingga percaya kepada imam-imam itu tidak termasuk rukun iman.
Kepemimpinan terbatas pada 12 imam, dan percaya kepada 12 imam termasuk rukun iman.
Memiliki pemimpin sendiri.



Ishmah
Khalifah atau imam tidak ma’shum, artinya mereka dapat berbuat salah atau dosa atau lupa.
Para imam yang jumlahnya 12 tersebut mempunyai sifat maa’shum seperti para nabi
Pemimpin dapat berbuat salah, bahkan kafir. Maka bila pemimpin itu kafir maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar dari kepemimpinan iman yang mereka nilai telah kafir
Cara pengangkatan pemimpin
pemimpin (imam) diangkat melalui kesepakatan ahl hal wa al-aqdi atau orang yang mengangkat dirrinya sendiri
( dalam kondisi darurat) kemudian diaa dibaiat oleh ahl haal wa al-aqdi dan rakyat
Pemimpin telah ditntukan oleh Allah (nas ilahy) bukan pilihan rakyat.
Khalifah harus dipilih melalui pemilihan yang bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas kum muslimin, bukan hanya sebagai golongan dan kepemilihan khalifah terus sah selama ia menegakkan keadilan dan syariat, jauh dari kesalahan dan kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat atau dibunuh.
Hukum pengangkatan imam
Kpemimpinan hukumnya wajib karena dalil-dalil syariat. (persamaan dengan khoarij : harus ada pemimpin untuk mengelola dan mengamankan negara. Menurut khoarij, karena maslahat).
Kepemimpinan hukunya wajib berdasarkan nash ilahy
Kelompok  khoarij bernama najdat berpendapat, pengangkatan iman wajib karena maslahat dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat
Syarat  pemimpin
Pemimpin harus memenuhi empat syarat yaitu:
1.    Berasal dari suku quarisy (pada tahap berikutnya terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini)
2.    Baiat
3.    Syura
4.    Adil
Pemimpin harus berasal dari ahlul bait
Kholifah tidak harus dari suku qurasy juga tidak harus dari bangsa arab. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab al-Rasi (bukan dari quraisy) sebagai kholifah dan menyebutnya amir al-mukminin.

4.    PANDANGAN ASWAJA TERHADAP HUBUNGAN SYARA DENGAN AKAL, ILMU KALAM DAN FILSAFAT
a.      Hubungan Syara dan Akal
Problem Hubungan Syara dan Akal ini menyita perhatian dan perdebatan panjang baikdari kalangan intelektual Muslim bahkan kalangan intelektual yunaani dan kristen pada abad pertengahan di Eropa. Dikalangan kaum teolog muslimin yang berupaya mengkaji akidah-akidah islam ada tiga yaitu:
1.      Aliran mu’tazilah yang berpandangan bahwa akal didahulukan daripada syara.
2.      Aliran hasyawiyah, zhahiriyah dan semacamnya yang hanya mengakui dominasi syara dan tidak memberikan peran terhadap berkaitan dengan ajaran-ajaran yang dibwa dengan syara.
3.      Aliran aswaja mengambil sikap moderat (tawassuth) dan seimbang tawazun, tidak melepaskan peran akal dari syara sebagaimana halnya.
b.      Ilmu Kalam dan Filsafat
Ilmu kalam dianggap negatif oleh kalangan agamawan karena identik dengan ilmu filsafat yunani.
Perbedaan ilmu kalam dengan ilmu filsafat meliputi metodologi (manhaj) :
1.      Dari segi metodologi, ilmu filsafat menjadikan akal sebagai pokok bagi keyakinan tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip yang dibawa oleh para nabi. Demikian ini berbeda dengan ilmu kalam yang membicarakan hal-hal dalam konteks akal sebagai satu-satunya perangkat untuk membuktikan kebenaran ajaran yang datang dari Allah dan ajaran yang dibawa oleh para Nabi.
2.      Dari segi objek (maudhu’). Dalam pandangaan ahli kalam, ajaran-ajaran yang diterima dari syariah itu dianggap menjadi titik permulaan kajiannya. Hal ini berbeda dengan para filosof, karenaa dalam asumsi mereka kebenaaran itu masih misterius dan belum diketahui secara pasti ketika kejadian mereka mulai.
3.      Dari segi tujuan, seorang ahli ilmu kalam memiliki tujuan yang kongkret yaitu bertujuan memperkokoh dan memperkuat akidah yang menjadi keyakinan dalam agama.  

5.    MENGENAL TOKOH-TOKOH ASWAJA
Sebelumnya perlu kita pahami, bahwa ahlussunnah wal jama’ah dalam realita sekarang, dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab yang empat.
        Dalam bidang fiqih dan amaliah, Ahlussunnah wal jama’ah mengikuti pola bermadzhab dengan mengikuti salah satu madzhab fiqh yang dideklarasikan oleh para ulama yang mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqh yang sempat eksis dan diikuti oleh kaum Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ialah madzhab Hanafi. Maliki, Syafi’i, Hanbali, madzhab Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, ibn Jarir, Dawud al-Zhahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan lain-lain. Namun kemudian dalam perjalanan panjang sejarah Islam, sebagian besar madzhab-madzhab tersebut tersisih dalam kompetisi sejarah dan kehilangan pengikut, kecuali empat madzhab yang tetap eksis dan berkembang hingga dewasa ini. Pengikut empat madzhab tersebut, diakui sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Berkaitan dengan hal tersebut, disini perlu dikemukakan sebuah pertanyaan, dimanakah letak posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita ikuti penjelasan berikut ini secara rinci tentang posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat.
1.      Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 – 150 H / 699-767 M). Pada mulanya madzhab Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin yang tinggal di Irak, daerah tempat kelahiran abu Hanifah, pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf menjabat sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer di negeri-negeri Persia, Mesir, Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh kaum Muslimin di Negara-negara Asia Tengah, yang dalam referensi klasik dikenal dengan negeri seberang Sungai Jihun (sungai Amu Daria dan Sir Daria), Negara Pakistan, Afghanistan, India, Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti madzhab al-Maturidi. Sedangkan ideologi madzhab al-Maturidi sama dengan ideologi madzha al-Asy’ari. Antara keduanya memang terjadi perbedaan dalam beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya bersifat verbalistik (lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi dan ma’nawi). Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa pengikut madzhab al-Maturidi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari juga. Demikian pula sebaliknya, pengikut madzhab al-Asy’ari adalah pengikut madzhab al-Maturidi juga. Dalam hal tersebut al-Imam Tajuddin as-Subki mengatakan, “Mayoritas pengikut Hanafi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari, kecuali sebagian kecil yang mengikuti Mu’tazilah.”
2.      Madzhab Maliki
Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya, al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi (93-179 H/712-795 M). Madzhab ini diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di Negara-negara Afrika, seperti Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang teologi, seluruh pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al-Asy’ari tanpa terkecuali. Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin as-Subki, belum ditemukan di kalangan pengikut madzhab Maliki, seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.
3.      Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204 H/767-820 M). Madzhab Syafi’i ini diakui sebagai madzhab fiqh terbesar jumlah pengikutnya di seluruh dunia. Tidak ada madzhab fiqh yang memiliki jumlah beitu besar seperti madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia. Filipina, Singapura, Thailand, India bagian Selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta, mayoritas Negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon, Palestina, sebagian besar penduduk Kurdistan, Kaum Sunni di Iran, mayoritas penduduk Mesir dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Syafi’i mengikuti madzhab al-Asy’ari sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin as-Subki, kecuali beberapa gelintir tokoh yang mengikuti faham Mujassimah dan Mu’tazilah.
4.      Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibani (164-241 H/780-855 M). Madzhab Hanali ini adalah madzhab yang paling sedikit jumlah pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab lain tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas penduduk Najd, sebagian kecil penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang ideologi, mayoritas ulama Hanbali  yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan dan sebelumnya, mengikuti madzhab al-Asy’ari. Di antara tokoh-tokoh madzhab Hanbali yang mengikuti madzhab al-Asy’ari ialah al-Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu Khaththab al-Kalwadzani, Abu al-Wafa bin ‘Aqil, al-Hafizh ibn al-Jawzi dan lain-lain. Namun kemudian sejak abad pertengahan terjadi kesenjangan hubungan antara pengikut madzhab al-Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali.
Berdasarkan penelitian al-Hafizh ibn Asakir al-Dimasyqi, pada awal-awal metamorfosa berdirinya madzhab al-Asy’ari, para ulama Hanbali bergandengan tangan dengan para ulama al-Asy’ari dalam menghadapi kelompok-kelompok ahli id’ah seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Murji’ah dan lain-lain. Ulama Hanbali dalam melawan argumentasi kelompok-kelompok ahli bid’ah, biasanya menggunakan senjata argumentasi ulama al-Asy’ari. Dalam bidang teologi dan ushul fiqh, para ulama Hanbali memang belajar kepada ulama madzhab al-Asy’ari. Hingga akhirnya terjadi perselisihan antara madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali pada masa al-Imam Abu Nashr al-Qusyairi dan pemerintahan Perdana Menteri Nizham al-Mulk. Sejak saat itu, mulai terpolarisasi kebencian antara pengikut madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Aswaja adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang  berdasarkan pada al-quran dan hadis. Ajaran Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui perantara para sahabatnya tanpa mengalami perubahan. Aswaja sangat penting untuk kita pelajari karena Aswaja merupakan suatu pedoman hidup yang baik.























Daftar Pustaka

NU Center, T. A. (2013). Risalah Alussunnah Wal-Jamaah. Jakarta: Khalista.
Ramli, M. I. (2011). Pengantar Sejarah AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH. Jakarta: Khalista.