Selasa, 12 Juli 2016

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NU

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NU

MAKALAH
SEJARAH NU, ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NU

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 2
Dosen Pengampu: Nur Rohman, S.Pd., M.Si.











Oleh :
Putri Pratiwi (151120001548)
Ery Setyo Rini (151120001556)
Fiwi Yeni Nazara (151120001571)
Siti Zelikha Khomsatun (151120001573)






PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
2015/2016



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa  atas anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam 2.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pengampu kami juga untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Makalah ini berisi materi tentang “Sejarah Nahdlatul Ulama’, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga”. Yang menjabarkan teori-teori yang merujuk pada terbentuknya Nahdlatul Ulama, beserta ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul ‘Ulama. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca guna mendapatkan wawasan dan pengetahuan terlebih untuk diri penulis sendiri.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi makalah ini, kami memohon maaf dan penulis berharap adanya kritik dan saran dari dosen pengampu maupun pembaca sangat diharapkan penulis untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.


Jepara, 20 April 2016




Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manivestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia tercinta ini. Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita.
Dalam Makalah ini, penulis menguraikan tentang sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama’, Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul ‘Ulama.
Tema yang kami bahas dalam makalah ini penting karena dari sini kami dapat mengetahui terbentuknya Nahdlatul Ulama, ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul ‘Ulama beserta Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul ‘Ulama. Dengan demikian para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah diharapkan untuk dapat melanjutkan dakwah Islamiyah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah organisasi yang bernama NAHDLATUL ULAMA, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.






1.2. Rumusan masalah
a. Bagaimana sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama’?
b. Apa saja bagian-bagian dalam Anggaran Dasar (AD) NU ?
c. Apa saja bagian-bagian dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) NU ?


1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Nahdlatul Ulama’.
b. Untuk mengetahui bagian-bagian dari Anggaran Dasar (AD) NU.
c. Untuk mengetahui bagian-bagian dari Anggaran Rumah Tangga (ART) NU.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH BERDIRINYA NAHDLATUL ‘ULAMA
a. Latar belakang berdirinya Nahdlatul ‘Ulama
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia islam pada saat itu. Salah satu faktor pendorong lahirnya NU adalah karena adanya tantangan globalisasi yang terjadi dalam dua hal : Globalisasi Wahabi, pada tahun 1924, Syarief Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliyah keagamaan kaum sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama dengan sistem bermadzhab, tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain sebagainya, akan segera dilarang. Globalisasi imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia di lakukan oleh Belanda, Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di belahan bumi Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang dijajah bangsa Eropa.

b. Proses Berdirinya Nahdlatul ‘Ulama Berdirinya komite HIJAZ
Lahirnya Nahdlatul ‘Ulama Sebelum tahun 1924, raja yang berkuasa di Mekkah dan Madinah ialah Syarif Husen, yang bernaung dibawah Kesultanan Turki. Akan tetapi pada tahun 1926 Syarif Husen digulingkan oleh Ibnu Suud. Ibnu Suud ialah seorang pemimpin suku yang taat kepada seorang pengajar agama bernama Abdul Wahhab dari Nejed yang ajaran-ajaranya sangat konservatif. Misalnya berdoa didepan makam nabi dihukumi syirik. Penguasa hijaz yang baru ini mengundang pemimpin-pemimpin islam seluruh dunia untuk menghadiri Muktamar Islam di Mekkah pada bulan Juni 1926. Di Indonesia kebetulan waktu itu sudah terbentuk CCC (Centra Comite Chilafat) disebut Komite Hilafat, dan duduk di dalamnya berbagai wakil Organisasi Islam, termasuk K.H. Wahab Hasbullah. CCC yang akan menentukan utusan Indonesia kemuktamar tersebut. Berhubungan dengan itu, maka K.H. Wahab Hasbullah bersama-sama para ulama’ Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan dengan restu K.H. Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri kemukatamar pada juni 1926 dengan membentuk komite sendiri yaitu komite hijaz.
“Susunan Komite Hijaz :” Penasehat : K.H. Abdul Wahab Hasbullah K.H. Cholil Masyhuri Ketua : H.Hasan Gipo Wakil Ketua : H. Sholeh Syamil Sekretaris : Muhammad Shodiq Pembantu : K.H. Abdul Halim Pada tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya dengan mengundang para ‘ulama terkemuka di Surabaya dan dihadiri K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H. Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz menghadiri muktamar dunia Islam di Mekkah.

c. Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
1. Kiyai Kholil.
Beliau lahir Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan Madura nama ayahnya Abdul Latif. Pada tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiyai Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah dengan biaya tabungannya, sebelum berangkat beliau dinikahkan dengan Nyai ‘Asyik. Di Mekkah beliau belajar pada Syeikh di Masjidil Haram tetapi beliau lebih banyak mengaji pada para Syeikh yang bermazdhab Syafi’i . Sepulang dari Mekkah beliau dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot bahkan ia memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafizd kemudian beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan. Wafat 29 Ramadlan 1343 H dalam usia 91 tahun.

2.  K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari.
Beliau mendapat gelar Hadratus Syeikh (Maha Guru). Lahir24 Dzulqa’dah 1287 H di Desa Gedang, Jombang. Ayahnya bernama K. Asy’ari Demak Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah putri dari Kiyai Utsman pendiri pesantren Gedang. Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat maka K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, jombang pada tahun 1899 M. Wafat pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H.

3.  K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
Lahir di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. Semenjak kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan. Langkah awal yang ditempuh K.H. Wahab Hasbullah kelak sebagai bapak pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan yang sengaja dipilih nama Nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya Tanah Air.

Ajaran atau Pokok Pikiran Nahdlatul ‘Ulama Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sebagai wadah pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain sebagai salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa yang secara keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya. Sehingga, ketika NU berpegang pada mazhab, berarti mengambil produk hukum Islam (fiqh) dari empat Imam Mazhab, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali. Dalam kenyataannya NU lebih condong pada pendapat Imam Asy-Syafi’i, oleh karenanya NU sering “dicap” sebagai penganut fanatik mazhab Syafi’i. Hal ini dapat dilihat dari cara NU mengambil sebuah rujukan dalam menyelesaikan kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang muncul. Alasan yang sering dilontarkan adalah umat Islam Indonesia mayoritas bermazhab Syafi’i. Nahdlatul ‘Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang bertujuan membangun atau mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT senantiasa berpegang teguh pada kaidah-kaidah keagamaan (ajaran Islam) dan  kaidah-kaidah fiqh lainnya dalam merumuskan pendapat, sikap dan langkah guna memajukan jam’iyah tersebut. Dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan alam pikiran (pokok ajaran) Nahdlatul Ulama (NU) secara ringkas dapat dibagi menjadi tiga bidang ajaran yaitu; bidang aqidah, fiqh, dan tasawuf. Dalam bidang aqidah yang dianut oleh NU sejak didirikan pada 1926 adalah Islam atas dasar Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Faham ini menjadi landasan utama bagi NU dalam menentukan segala langkah dan kebijakannya, baik sebagai organisasi keagamaan murni, maupun sebagai organisasi kemasyarakatan. Hal ini ditegaskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), bahwa NU mengikuti Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan (mazhab). Adapun faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah yang dianut NU adalah faham yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal memiliki keahlian dan keteguhan dalam mempertahankan i’tiqad (keimanan) Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah seperti yang telah disyaratkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya. Jadi dalam melaksanakan ajaran Islam, bila dikaitkan dengan masalah-masalah aqidah harus memilih salah satu di antara dua yaitu al-Asy’ari dan al-Maturidi. Sementara dalam bidang fiqh ditegaskan bahwa: Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah Islam menurut faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah dan mengikuti faham salah satu mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Namun dalam prakteknya para Kyai adalah penganut kuat dari pada mazhab Syafi’i. Jadi dengan demikian NU memegang produk hukum Islam (fiqh) dari salah satu empat mazhab tersebut, artinya bahwa dalam rangka mengamalkan ajaran Islam, NU menganut dan mengikuti bahkan mengamalkan produk hukum Islam (fiqh) dari salah satu empat mazhab empat sebagai konsekuensi dari menganut faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Walaupun demikian tidak berarti terus Nahdlatul Ulama tidak lagi menganut ajaran yang diterapkan Rasulullah SAW. sebab keempat mazhab tersebut dalam mempraktekkan ajaran Islam juga mengambil landasan dari al-Qur’an dan as-Sunnah di samping Ijma’ dan Qiyas sebagai sumber pokok penetapan hukum Islam. Adapun alasan kenapa Nahdlatul Ulama dalam bidang hukum Islam (fiqh) lebih berpedoman kepada salah satu dari empat mazhab; Pertama, al-Qur’an sebagai dasar hukum Islam yang pokok atau utama bersifat universal, sehingga hanya Nabi SAW. yang tahu secara mendetail maksud dan tujuan apa yang terkandung dalam al-Qur’an. Nabi SAW sendiri menunjukkan dan menjelaskan makna dan maksud dar al-Qur’an tersebut melalui sunnah-sunnah beliau, yaitu berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Kedua, sunnah Nabi SAW. yang berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang hanya diketahui oleh para sahabat yang hidup bersamaan (semasa) dengan beliau, oleh karena itu perlu untuk memeriksa, menyelidiki dan selanjutnya berpedoman pada keterangan-leterangan para sahabat tersebut. Namun sebagian ulama tidak memperbolehkan untuk mengikuti para sahabat dengan begitu saja. Maka dari itu untuk mendapatkan kepastian dan kemantapan, maka jalan yang ditempuh adalah merujuk kepada para ulama mujtahidin yang tidak lain adalah imam madzhab yang empat, artinya bahwa dalam mengambil dan menggunakan produk fiqh (hukum Islam) dari ulama mujtahidin harus dikaji, diteliti dan dpertimbangkan terlebih dahulu sebelum dijadikan pedoman dan landasan bagi Nahdhatul Ulama. Oleh karena itu, untuk meneliti dan mengkaji suatu produk fiqh (hukum Islam) dalam NU ada suatu forum pengkajian produk-produk hukum fiqh yang biasa disebut “Bahsul Masail ad-Diniyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan)”. Jadi dalam forum ini berbagai masalah keagamaan akan digodok dan diputuskan hukumnya, yang selanjutnya keputusan tesebut akan menjadi pegangan bagi Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Faham Nahdlatul Ulama dalam bidang tasawuf. Tasawuf sebenarnya merupakan dari ibadah yang sulit dipisahkan dan merupakan hal yang penting, terutama yang berkaitan dengan makna hakiki dari suatu ibadah. Jika fiqh merupakan bagian lahir dari suatu ibadah yang segala ketentuan pelaksanaannya sudah ditetapkan dalam agama, untuk mendalami dan memahami bagian dari ibadah, maka jalan yang dapat ditempuh adalah melalui tasawuf itu sendiri. Di antara berbagai macam aliran tasawuf yang tumbuh dan berkembang, NU mengikuti aliran tasawuf yang dipelopori oleh Imam Junaid al-Bagdadi dan Imam al-Gazali. Imam Junaid al-Bagdadi adalah salah seorang sufi terkenal yang wafat pada tahun 910 M di Irak, sedangkan Imam al-Gazali adalah seorang ulama besar yang berasal dari Persia. Untuk kepentingan ini, yaitu membentuk sikap mental dan kesadaran batin yang benar dalam beribadah bagi warga Nahdlatul Ulama, maka pada tahun 1957 para tokoh NU membentuk suatu badan “Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah” badan ini merupakan wadah bagi warga NU dalam mengikuti ajaran tasawuf tersebut. Dalam perkembangannya pada tahun 1979 saat muktamar NU di Semarang badan tersebut diganti namanya “Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah an-Nadiyyah”. Dengan melihat nama badan tersebut dimana didalamnya ada kata nadhiyyin ini menunjukkan identitasnya sebagai badan yang berada dalam lingkungan Nahdhatul Ulama. Selanjutnya, sejalan dengan derap langkah pembangunan yang sedang dilakukan, maka Nahdlatul Ulama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa harus mempunyai sikap dan pendirian dalam dan turut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut. Sikap dan pendirian Nahdlatul Ulama ini selanjutnya menjadi pedoman dan acuan warga NU dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Sikap NU dalam bidang kemasyarakatan diilhami dan didasari oleh sikap dan faham keagamaan yang telah dianut. Sikap kemasyarakatan NU bercirikan pada sifat tawasut, i’tidal, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Sikap ini harus dimiliki baik oleh aktifis Nahdlatul Ulama maupun segenap warga dalam berorganisasi dan bermasyarakat :
Sikap Tawasut dan I’tidal. Tawasut artinya tengah, sedangkan I’tidal artinya tegak. Sikap tawasuth dan i’tidal maksudnya adalah sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, maka NU akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersikap membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatarruf (ekstrim).
Sikap Tasamuh artinya Nahdlatul Ulama bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan teruma hal-hal yang bersifat furu’ atau yang menjadi masalah khilafiyah maupun dalam masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
Sikap Tawazun yaitu sikap seimbang dalam berkhidmad. Menyesuaikan berkhidmad kepada Allah SWT, khidmat sesama manusia serta kepada lingkungan sekitarnya. Menserasikan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Segenap warga Nahdlatul Ulama diharapkan mempunyai kepekaan untuk mendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, serta mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahakan nilai-nilai kehidupan manusia. Dengan adanya beberapa aspek tersebut diatas, diharapkan agar kehidupan umat Islam pada umumnya dan warga Nahdlatul Ulama pada khususnya, akan dapat terpelihara secara baik dan terjalin secara harmonis baik dalam lingkungan organisasi maupun dalam segenap elemen masyarakat yang ada. Demikian pula perilaku warga Nahdlatul Ulama agar senantiasa terbentuk atas dasar faham keagamaan dan sikap kemasyarakatan, sebagai sarana untuk mencapai cita-cita dan tujuan yang baik bagi agama maupun masyarakat.


2.2 ANGGARAN DASAR NAHDLATUL ‘ULAMA
Perkumpulan/Jam’iyahsebagaisuatuorganisasimakadisusunlah ADNUsebagaiberikut:
a. Nama, Kedudukan, dan Status
Nama
(1) Perkumpulan/Jam’iyah ini bernama Nahdlatul  Ulama disingkat NU.
(2) Nahdlatul Ulama didirikan oleh ulama pondok pesantren di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M untuk waktu yang tak terbatas.
Kedudukan
Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia yang meru- pakan tempat kedudukan Pengurus Besarnya.
Status
(1) Nahdlatul Ulama sebagai Badan Hukum Perkumpulan bergerak dalam bidang ke- agamaan, pendidikan, dan sosial.
(2) Nahdlatul Ulama memiliki hak-hak secara hukum sebagai Badan Hukum Perkumpulan termasuk di dalamnya hak atas tanah dan aset-aset lainnya.
b. Pedoman, Aqidah, danAsas
Pedoman
Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Al- Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas.
Aqidah
Nahdlatul Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
Asas
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Nahdlatul Ulama berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Lambang

Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa yang terbesar di antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah garis khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, dan ada huruf “N” di bawah kiri dan “U” di bawah kanan, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.

c. Tujuan dan Usaha

Tujuan
(1) Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan / jam’iyyah diniyyah islamiyyah ijtima’iyyah (organisasi sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
(2) Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.

Usaha
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 8 di atas, maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Dibidang agama, mengupayakan ter- laksananya ajaran Islam yang menga nut faham Ahlusunnah wal Jama’ah.
b. Dibidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pen gajaran serta pengembangan kebu dayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang takwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.
c. Dibidang sosial, mengupayakan dan men- dorong pemberdayaan di bidang kesehatan, kemaslahatan dan ketahanan keluarga, dan pendampingan masyarakat yang terpinggirkan (mustadl’afin).
d. d. Di bidang ekonomi, mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dan la - pangan kerja/usaha untuk kemak muran yang merata.
e. Mengembangkan usaha-usaha lain melalui kerjasama dengan pihak dalam mau pun luar negeri yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujud nya Khairu Ummah.

d. Keanggotaan, Hak, dan Kewajiban

Keanggotaan
(1) Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
(2) Ketentuan untuk menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Hak dan Kewajiban
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

e. Struktur dan Perangkat Organisasi

Struktur
Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
1.  Pengurus Besar.
2.  Pengurus Wilayah.
3. Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa.
4.  Pengurus Majelis Wakil Cabang.
5.  Pengurus Ranting.
6.  Pengurus Anak Ranting.

Perangkat Organisasi
Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha, Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga, Badan Khusus dan Badan Otonom yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.

f. Kepengurusan dan Masa Khidmat

Kepengurusan
(1) Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari Mustasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah.
(2) Mustasyar adalah penasehat yang terdapat di Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang/ Pengurus Cabang Istimewa, dan pengurus Majelis Wakil Cabang.
(3) Syuriyah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
(4) Tanfidziyah adalah pelaksana.
(5) Ketentuan mengenai susunan dan komposisi kepengurusan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pengurus Besar Nadhlatul Ulama terdiri dari:
a. Mustasyar Pengurus Besar.
b. Pengurus Besar Harian Syuriyah.
c. Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Besar Pleno.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Wilayah.
b. Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.
c. Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Wilayah Harian Tan fidziyah.
e. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Wilayah Pleno.

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.

Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.
b. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.

Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama terdiri atas:
a. Pengurus Ranting Harian Syuriyah.
b. Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah.
c Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah.
d. Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah.
e. Pengurus Ranting Pleno.

Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Anak Ranting Harian Syuriyah.
b. Pengurus Anak Ranting Lengkap Syuriyah.
c. Pengurus Anak Ranting Harian Tanfidziyah.
d. Pengurus Anak Ranting Lengkap Tanfidziyah.
e. Pengurus Anak Ranting Pleno.

Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Masa Khidmat
(1) Masa Khidmat Kepengurusan sebaga imana dimaksud pada Pasal 14 adalah lima tahun dalam satu periode di semua tingkatan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama 2 (dua) tahun.
(2) Masa jabatan pengurus Lembaga dan Badan Khusus disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.
(3) Masa Khidmat Ketua Umum Pengurus Badan Otonom adalah 2 (dua) periode, kecuali Ketua Umum Pengurus Badan Otonom yang ber basis usia adalah 1 (satu) periode.

g. Tugas dan Wewenang

Tugas dan Wewenang Mustasyar
Mustasyar bertugas dan berwenang memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama’ menurut tingkatannya baik diminta ataupun tidak.

Tugas dan Wewenang Syuriyah
Syuriyah bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya.

Tugas dan Wewenang Tanfidziah
Tanfidziyah  mempunyai tugas dan wewenang menjalankan pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya.

Ketentuan tentang rincian wewenang dan tugas diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

a. Permusyawaratan
Permusyawaratan adalah suatu pertemuan yang dapat membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang diikuti oleh struktur organisasi di bawahnya.

Permusyawaratan tingkat nasional terdiri dari:
a. Muktamar
b. Muktamar Luar Biasa
c. Musyawarah Nasional Alim Ulama
d. Konferensi Besar

Permusyawaratan tingkat daerah terdiridari:
a. Konferensi Wilayah
b. Musyawarah Kerja Wilayah
c. Konferensi Cabang/Konferensi Cabang Instimewa
d. Musyawarah Kerja Cabang/Musya warah Kerja Cabang Istimewa
e. Konferensi Majelis Wakil Cabang
f. Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang
g. Musyawarah Ranting h. Musyawarah Kerja Ranting
i. Musyawarah Anak Ranting j. Musyawarah Kerja Anak Ranting

b. Rapat-Rapat
Rapat-rapat di lingkungan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Rapat Kerja.
b. Rapat Pleno.
c. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
d. Rapat Harian Syuriyah.
e. Rapat Harian Tanfidziyah.
f. Rapat-rapat lain yang dianggap perlu.

c. Keuangan dan Kekayaan
Keuangan
(1) Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.

(2) Sumber dana Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a. Uang pangkal.
b. Uang I’anah Syahriyah
c. Sumbangan danusaha-usaha yang lain.

(3) Ketentuan penerimaan dan pemanfaatan keuangan yang termaktub dalam ayat 1 (satu) dan ayat 2 (dua) pasal ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Kekayaan
Kekayaan organisasi adalah inventaris dan aset organisasi yang berupa harta benda bergerak dan/atau harta benda tidak bergerak yang di- miliki/dikuasai oleh Organisasi/Perkumpulan

d. Pembubaran Organisasi

 (1) Pembubaran Perkumpulan/Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai suatu organisasi hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan.
(2) Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan, maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau badan amal yang sepaham dengan persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan.



2.3. ANGGARAN RUMAH TANGGA NAHDLATUL ‘ULAMA
a. Keanggotaan
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Anggota biasa adalah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh, dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
b. Anggota luar biasa adalah setiap orang yang beragama Islam, baligh, menyetujui akidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama namun yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota kehormatan adalah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatak an telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapk an dalam keputus an Pengurus Besar.

b. Tata Cara Penerimaan dan Pemberhentian Keanggotaan

Tata Cara Penerimaan Anggotaan
(1) Anggota biasa diterima melalui Pengurus Anak Ranting dan/atau Pengurus Ranting setempat.
(2) Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.
(3) Apabila tidak ada Pengurus Anak Ranting dan/atau Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di Ranting terdekat.
(4) Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.


 (1) Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat.
(2) Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimewa setempat.
(3) Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa terdekat.


 (1) Anggota kehormatan diusulkan oleh Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar.
(2) Pengurus Besar menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau penolakan.
(3) Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada yangbersangkautan diberikan surat keputusan sebagai anggota kehormatan.

Pemberhentian Keanggotaan
(1)Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena:
a.  Permintaan sendiri
b. Diberhentikan
(2) Seseorang berhenti karena permintaan sendiri mengajukan secara tertulis kepada Pengurus Anak Ranting dan/atau Pengurus Ranting dimana dia terdaftar.
(3) Seseorang diberhentikan karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama.
(4) Ketentuan mengenai prosedur penerimaan dan pemberhentian keanggotaan yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.


c. Kewajiban dan Hak Anggota

Kewajiban Anggota:
a. Menjaga dan mengamalkan Islam faham Ahlu Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.
b. Mengembangkan nilai-nilai ke bang saan dan mempertahankan serta menegakkan prinsip bernegara NKRI.
c Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariyah.
d. Mempertahankan keutuhan keluarga dalam bidang agama, budaya dan tradisi.
e. Setia dan bersungguh-sungguh men- dukung dan membantu segala langkah organisasi serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
\
Hak Anggota:
a. Mendapatkan pelayanan keagamaan.
b. Mendapatkan pelayanan dasar dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, informasi yang sehat, perlindungan hukum dan keamanan.
c. Berpartisipasi dalam musyawarah, memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Menjalankan tradisi dan adat-istiadat selama tidak bertentangan dengan ajaran Ahlu Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.
e. Mendapatkan perlindungan diri dan keluarganya dari pengaruh paham-paham yang bertentangan dengan ajaran Ahlu Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.
f. Mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU).

d. Tingkatan Kepengurusan

Tingkatan kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Besar (PB) untuk tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara. b. Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi dan berkedudukan di wilayahnya.
c. Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten/Kota dan berkedudukan di wilayahnya.
d. Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang bersangkutan.
e.  Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan dan ber ke- dudukan di wilayahnya.
f. Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Kelurahan/desa.
g. Pengurus Anak Ranting (PAR) untuk kelompok dan/atau suatu komunitas.

e. Perangkat Organisasi
Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
(1) Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penanganan khusus.

Lembaga meliputi :
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
b. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran formal.
c. Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama disingkat RMINU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
e. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, ber- tugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pengelolaan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup.
f. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan.
g. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama disingkat LAKPESDAM NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
h. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan pen- dam pingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.
i. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama disingkat LESBUMI NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni dan budaya. j. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat LAZISNU, bertugas menghimpun zakat dan shadaqah serta mentasharufkan zakat ke- pada mustahiqnya.
k. Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, ber t ugas mengurus tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
l. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas masalah-masalah maudlu’iyyah (tematik) dan waqi’iyyah (aktual) yang akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
m. Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas me lak sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan masjid.
n. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
o. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama disingkat LFNU, bertugas mengelola masalah ru’yah, hisab dan pengembangan iImu falak.
p. Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama disingkat LTNNU, bertugas mengembangkan penulisan, pener- je mahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
q. Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama disingkat LPTNU, bertugas me   ngem  bangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
r. Lembaga Penanggulangan Bencanadan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama disingkat LPBI NU, bertugas melak- sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dalam pencegahan dan penanggulangan ben cana serta eksplorasi kelautan.

(2) Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melak- sanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan akidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama. Badan Otonom harus memberikan laporan perkembangan setiap tahun kepada Nahdlatul Ulama di semua tingkatan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam kategori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.

Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
a. Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
b. Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
c. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal 40 (empat puluh) tahun.
d. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia disingkat PMII untuk mahasiswa Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
 e. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 27 (dua puluh tujuh) tahun.
f. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 27 (dua puluh tujuh) tahun.

Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
 a. Jam’iyyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah disingkat JATMAN untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal tharekat yang mu’tabar.
 b. Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh disingkat JQH untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan Hafizh/ Hafizhah.
c. Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang ber- fungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual.
 d. Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenaga kerja.
e. Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri.
 f. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru dan/atau ustadz.
g. Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai nelayan.
h. Ikatan Seni Hadrah Indonesia Nahdlatul Ulama disingkat ISHARINU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak dalam pengembangan seni hadrah dan shalawat.

(3)  Badan Khusus adalah perangkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang me- miliki struktur secara nasional berfungsi dalam pengelolaan, penyelenggaraan dan pengembangan kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan bidang tertentu. Ketua Badan khusus ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ketua Badan Khusus dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) kali masa khidmat. Pembentukan dan penghapusan badan khusus ditetapkan melalui rapat harian syuriah dan tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama . Pembentukan Badan khusus di tingkat Wilayah diusulkan oleh Pengurus Wilayah, dan disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Pembentukan Badan Khusus di tingkat cabang diusulkan oleh Pengurus Cabang dan disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Ketentuan lebih lanjut berkaitan dengan Badan Khusus akan diatur dalam Peraturan organisasi.

f. Susunan Pengurus Wilayah
(1) Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
(2) Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lembaga tingkat Wilayah, dan Ketua Badan Khusus.

g. Susunan Pengurus Cabang
 (1) Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
(3) Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

h. Susunan Pengurus Ranting
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.

i. Pemilihan dan Penetapan Pengurus
 (1) Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a. Rais ‘Aam dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
b. Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri dari 9 orang ulama yang ditetapkan secara langsung dalam muktamar.
c. Kriteria ulama yang dipilih menjadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah Annahdliyah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpengaruh dan memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud.
d. Wakil Rais ‘Aam ditunjuk oleh Rais ‘Aam terpilih.
e. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais ‘Aam terpilih.
f. Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih.

(2) Rais ‘Aam terpilih, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua Umum bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang mewakili zona Indonesia bagian timur, Indonesia bagian tengah dan Indonesia bagian barat.
(3) Mustasyar dan A’wan ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah.
(4) Ketua Lembaga dan Badan Khusus ditetapkan oleh Pengurus Tanfidziyah.
(5) Pengurus Harian Tanfidziyah bersama Ketua Lembaga menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Badan Khusus.

j. Pengisian Jabatan antar Waktu
 (1) Apabila Rais ‘Aam berhalangan tetap, maka Wakil Rais ‘Aam menjadi Pejabat Rais ‘Aam.
(2) Apabila Wakil Rais ‘Aam berhalangan tetap, maka Rais ‘Aam atau Pejabat Rais ‘Aam menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais ‘Aam.
(3) Apabila Rais ‘Aam dan Wakil Rais ‘Aam berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Rais Aam dan Pejabat
 Wakil Rais ‘Aam.
(4) Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib ‘Aam, Katib, dan A’wan berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.

k. Wewenang dan Tugas Pengurus

Wewenang Pengurus
Kewenangan Rais ‘Aam adalah:
a. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan umum Organisasi.
b. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ baik keluar maupun kedalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi.
c. Bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan/ atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
d. Bersama Ketua Umum menandatangani keputusan-keputusan strategis Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Katib mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. Melaksanakan kewenangan Katib ‘Aam apabila berhalangan;
b. Mendampingi Rais-rais sesuai bidang masing-masing.

Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah:
a. Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesek retariatan Pengurus Besar Tanfidziyah.
b. Merumuskan naskah rancangan peraturan, keputusan, dan pelaksanaan prog- ram Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
c. Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Katib ‘Aam menandatangani surat-surat keputusan strategis Pengurus Besar.

Kewenangan Bendahara Umum adalah:
a. Mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Besar.
b. Melakukan pembagian tugas keben da- haraan dengan bendahara.
c. Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar yang berkaitan dengan keuangan.


Tugas Pengurus
Tugas Rais ‘Aam adalah:
a. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar Syuriyah.
c. Bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Kerja, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. d. Memimpin Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah.

Katib mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Membantu tugas Katib ‘Aam;
b. Mewakili Katib ‘Aam apabila berhalangan;


Tugas Sekretaris Jenderal adalah:
a. Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua-ketua dalam men- jalankan tugas dan wewenangnya.
b. Merumuskan manajemen administrasi, me mimpin dan mengkoordinasikan Sekretariat.
c. Mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas diantara Wakil Sekretaris Jenderal.
d. Bersama Rais/Katib dan Ketua Umum menandatangani surat-surat keputusan biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.


Tugas Bendahara Umum adalah:
a. Mendapatkan sumber-sumber pendanaan organisasi;
b. Merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan asset;
c. Membuat Standard Operating Procedure (SOP) keuangan;
d. Menyusun dan merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Rutin, dan anggaran program pengembangan atau rintisan Pengurus Besar;
e. Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kepentingan auditing keuangan.


Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas berlaku secara mutatis mutandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan. Ketentuan mengenai wewenang dan  tugas pengurus yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

l. Kewajiban dan Hak Pengurus
Kewajiban Pengurus
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban:
a. Menjaga dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat kepengurusannya.

Hak Pengurus
Pengurus Nahdlatul Ulama berhak:
a. Menetapkan kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b. Memberikan arahan dan dukungan teknis kepada Lembaga, Badan Khusus dan Badan Otonom untuk meningkatkan kinerjanya.


m. Permusyawaratan Tingkat Nasional
(1) Muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Nahdlatul Ulama.

(2) Muktamar membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c. Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun; d. Hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
e. Rekomendasi Organisasi;
f. Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
g. Memilih Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

(3) Muktamar dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4) Muktamar dihadiri oleh :
a. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b. Pengurus Wilayah.
c. Pengurus Cabang/Cabang Istimewa.

(5) Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/ Cabang Istimewa yang sah.


n. Permusyawaratan Tingkat Daerah

(1) Konferensi Wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah.

(2) Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b. Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
c. Hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d. Rekomendasi Organisasi;
e. Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
f. Memilih Ketua Pengurus Wilayah.

(3) Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4) Konferensi Wilayah dihadiri oleh : a. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama. b. Pengurus Cabang.
(5) Untuk meningkatkan pembinaan dan pe ngem- bangan organisasi Konferensi Wilayah dapat dihadiri oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
(6) Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Cabang di daerahnya.

Musyarawah Kerja Wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah
Konferensi Wilayah yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah. Musyarawah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wilayah dan mengkaji perkem bangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.  Musyarawah Kerja Wilayah dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang. Musyarawah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Cabang. Musyarawah Kerja Wilayah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Wilayah. Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Musyarawah Kerja Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang. Musyarawah Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya ditengah masyarakat. Musyarawah Kerja Cabang dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang. Musyarawah Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa jabatan pengurus Cabang. Musyawarah Kerja Cabang tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Musyawarah Ranting adalah forum per- musyawaratan tertinggi untuk tingkat Ranting. Musyawarah Ranting membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis.
b. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang.
c. Hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
d. Rekomendasi Organisasi.
e. Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
f. Memilih Ketua Pengurus Ranting.

Musyawarah Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. Musyawarah Ranting dihadiri oleh Pengurus Ranting dan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama. Musyawarah Ranting sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anak Ranting di daerahnya. Musyarawah Kerja Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Ranting yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting. Musyarawah Kerja Ranting membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Ranting dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus Ranting Pleno dan utusan Pengurus Anak Ranting. Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah peserta sebagaimana dimaksud. Musyarawah Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam masa jabatan pengurus Ranting. Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.

Musyawarah Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Anak Ranting. Musyawarah Anggota membicarakan dan menetapkan:
a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ranting;
c. Hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d. Rekomendasi Organisasi;
e. Ahlul Halli Wal Aqdi;
f. Memilih Ketua Pengurus Anak Ranting.
Musyawarah Anggota dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. Musyawarah Anggota dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting Anggota Nahdlatul Ulama. Musyawarah Anggota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota di wilayahnya. 
Musyawarah Kerja Anggota merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Anggota yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting. Musyawarah Kerja Anggota membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Anggota dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. Musyawarah Kerja Anggota dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Anak Ranting. Musyawarah Kerja Anggota sah apabila dih- adiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota. Musyawarah Kerja Anggota diadakan sekurang-kurangnya lima kali dalam masa jabatan pengurus Anak Ranting. Musyawarah Kerja Anggota tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus. Ketentuan mengenai permusyawaratan tingkat daerah yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.


o. Permusyawaratan Badan Otonom
Permusyawaratan Badan Otonom diatur tersen- diri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom yang bersangkutan.

p.  Rapat-Rapat
(1) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh Pengurus Lengkap Syuriyah dan Tanfidziyah, Pengurus harian Lembaga dan Badan Khusus.
(2) Rapat Kerja Nasional membicarakan perencanaan, penjabaran dan pengendalian opera- sional keputusan-keputusan Muktamar.
(3) Rapat Kerja Nasional diadakan satu kali dalam setahun.
(4) Rapat Kerja Nasional yang pertama diadakan selambat-lambatnya tiga bulan setelah Muktamar.

Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Badan Khusus, Ketua Lembaga dan Ketua Badan Otonom. Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program kerja.

Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Pengurus Besar Harian Tanfidziyah. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah mem- bahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja. Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuriyah dan dapat mengikutsertakan Mustasyar. Rapat Harian Syuriyah diadakan sekurang- kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.

Rapat Harian Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Harian Tanfidziyah. Rapat Harian Tanfidziyah diadakan sekurang- kurangnya 2 (dua) bulan sekali. Rapat Harian Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.

Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Ketentuan mengenai rapat-rapat yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

q. Keuangan dan Kekayaan
Keuangan NU
Sumber keuangan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a. Uang pangkal adalah uang yang dibayar oleh seseorang pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota.
b. Uang i’anah syahriyah adalah uang yang dibayar anggota setiap bulan.
c. Sumbangan adalah uang atau barang yang berupa hibah, hadiah dan sedekah yang diperoleh dari anggota Nahdlatul Ulama dan atau simpatisan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
d. Usaha-usaha lain adalah badan-badan usaha Nahdlatul Ulama dan atau atas kerjasama dengan pihak lain.

Kekayaan NU
(1) Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkat organisasinya berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi Nahdlatul Ulama sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
(2) Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran keuangan Nahdlatul Ulama diaudit setiap tahun oleh akuntan publik.
(3) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat memberikan kuasa atau kewenangan secara tertulis kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Lembaga, Badan Khusus, Badan Otonom dan atau Badan Usaha yang dibentuk untuk melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan baik berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
(4) Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara langsung atau tidak langsung kepada lembaga, Badan Khusus, badan otonom, badan usaha atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat Organisasinya.
(5) Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda yang bergerak dan atau harta benda yang tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya dan atau menjaminkan kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(6) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang diperoleh atau yang dibeli oleh perangkat organisasi NU tanpa persetujuan pengurus perangkat organisasi yang bersangkutan.
(7) Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran atau penghapusan perangkat organisasi NU maka seluruh harta bendanya menjadi milik Nahdlatul Ulama.

Uang pangkal dan uang i’anah syahriyah yang diterima dari anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi/perkumpulan dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:
a. 40% untuk membiayai kegiatan Anak Ranting.
b. 20% untuk membiayai kegiatan Ranting.
c. 15% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
d. 10% untuk membiayai kegiatan Cabang/ Cabang Istimewa.
e. 10% untuk membiayai kegiatan Wilayah.
f. 5% untuk membiayai kegiatan Pusat.

Uang dan barang yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan. Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa inventaris dan asset dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan. Ketentuan mengenai keuangan dan kekayaan yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

r. Laporan pertanggungjawaban
(1) Pengurus Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan membuat laporan pertanggungjawaban secara tertulis di akhir masa khidmatnya yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
(2) Laporan pertanggungjawaban Pengurus Nahdlatul Ulama memuat:
a. Capaian pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh per musyawaratan ter- tinggi pada tingkatannya.
b. Pengembangan kelembagaan Organisasi.
c. Keuangan organisasi
d. Inventaris dan aset organisasi.

Pengurus Besar menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Kerja dan Rapat Pleno. Pengurus Wilayah menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada  Pengurus Besar dan Musyawarah Kerja Wilayah dan Rapat Pleno. Pengurus Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah dan Musyawarah Kerja Cabang dan Rapat Pleno. Pengurus Majelis Wakil Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang dan Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dan Rapat Pleno. Pengurus Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat Pleno. Pengurus Anak Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ranting dan Majelis Wakil Cabang. 
Pengurus Lembaga, Badan Khusus dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan program setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan masing-masing. Ketentuan mengenai laporan pertanggung- jawaban yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

s. Ketentuan Penutup
(1) Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan atau Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2) Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar.
(3) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
SIDANG KOMISI ORGANISASI
Ketua : Dr. H. Aji Hermawan Sekretaris : Dra. Hj. Lilis Nurul Husna
Tim Perumus : Dr. H. Aji Hermawan (PBNU) Dra. Hj. Lilis Nurul Husna (PBNU) KH. Sholeh Hayat (PWNU Jawa Timur) H. Mujib Imron (PCNU Pasuruan) KH. Abdullah Syamsul Arifin (PCNU Jember) Drs. Ulyas Taha, MPd (PWNU Sulawesi Utara) H. Yulius Kahar (PCNU Kota Pekan Baru) Dr. Mahsun (PWNU Jawa Tengah) KH. Miftah Faqih (PBNU) H. Hisyam Said Budairi (PBNU) Alfina Rahil Ashidiqi (PBNU)
Disahkan Pada Sidang Pleno ke-3 Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama
Ketua       : KH. Ahmad Ishomuddin, M.Ag Sekretaris : KH. Yahya Cholil Staquf




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Nahdlatul ‘Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlaq mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama’.

Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang pentingnya mengetahui sejarah berdirinya Nahdlatul ‘Ulama dengan meneladani para tokoh nasional yang merupakan para pendiri Nahdlatul ‘Ulama ini yang dengan pemikiran dan perjuangannya beliau dapat membuat koridor hubungan keagamaan secara horizontal yang bersifat baik. Selain itu juga kita hendaknya mengetahui Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul ‘Ulama yang menjadi ajaran/pokok pikiran dari Nahdlatul untuk menjadi tujuan Nahdlatul ‘Ulama.

1 komentar: