PERBEDAAN
ASWAJA DENGAN ALIRAN/ FIRQOH LAIN DALAM SEJARAH UMAT ISLAM
RESUME
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Agama
Islam II
Dosen
Pengampu: Nur Rohman, S.Pd., M.Si.
Oleh:
Ahmad Sobri 151120001717
Ali Zakaria 151120001725
Dewi Nur Maulidiyah 151120001763
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
Kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul Perbedaan Aswaja dengan
Aliran/Firqoh Lain dalam Sejarah Umat Islam.. Makalah ini dibuat dengan diskusi
dan studi pustaka untuk menyelesaikannya. Makalah ini berisikan tentang
analisis perbedaan Aswaja dengan aliran atau firqoh atau sekte lain dalam
sejarah umat Islam. Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan
menambah wawasan kita. Kritik dan saran selalu kami harapakan untuk
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada Bapak NUR ROHMAN, S.Pd., M.Si. atas bimbingannya kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Agama Islam II (Ahlussunnah wa al-Jama’ah)
dengan baik.
Jepara, 5 Maret 2016
Penulis
PENDAHULUAN
Mengingat bab
sebelumnya yang memaparkan materi tentang definisi dan ajaran Aswaja. Sedikit
sudah disinggung tentang perbedaan Aswaja dengan aliran, kelompok, dan sekte
lain dalam sejarah umat Islam. Pada kali ini akan dibahas mengenai kelompok,
aliran, dan sekte yang pernah ada dalam
sejarah umat Islam, serta yang masih bertahan hingga kini. Selain untuk
mengetahui sejarah dan ajaran kelompok tersebut, penjelasan ini berguna untuk
mengetahui posisi Ahlussunnah Wa al-Jama’ah atau Aswaja, diantara kelompok,
aliran, dan sekte tersebut. Dalam judul, sengaja disebut kalimat “dalam sejarah
umat Islam”, bukan “dalam Islam”, untuk mengindari pro-kontra, bahwa diantara
sebagian kelompok, aliran, dan sekte tersebut ada yang dinilai menyimpang dari
ajaran Islam.
Problematika teologis
dikalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib
(656-661 M) yng ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang
memisahkan diri karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima tahkim dalam menyelesaikan konfliknya
dengan Muawiyyah bin Abi Sofyan. Kelak kelompok tersebut dikenal dengan sebutan
Khawarij (pembelot/ pemberontak). Kelompok yang kedua muncul adalah Syi’ah
kebalikan Khawarij, mereka adalah pendukung Ali. Selanjutnya muncul aliran Murji’ah
pada akhir kurun pertama (akhir masa sahabat). Selanjutnya pada awal kurun
kedua (tabi’in ) muncul faham Jabariyyah.
Kemunculan berikutnya adalah Mu’tazilah, Qadariyah, As’ariyah, dan Maturidiyah.
Dari masing-masing
aliran kalam memiliki pemahaman yang berbeda tentang berbagai masalah ketuhanan
dan lainnya, yang kemudian menimbulkan argumentasi yang diperdebatkan untuk
membela masing-masing golongan. Kelompok, aliran, dan sekte yang akan dikaji
dalam bab ini adalah kelompok yang telah muncul dan berkembang sejak lama yaitu
Ahlussunnah Wa al-Jama’ah, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, dan Wahabi.
PEMBAHASAN
AHLUSSUNNAH WA AL-JAMA’AH
1. Pengertian,
Ajaran, dan Ciri Khas Akidah Aswaja
Aswaja
bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang
menyimpang melainkan Aswaja adalah Islam yang murni yang langsung dari
Rasulullah dan sesuai dengan yang telah digariskan dan diamalkan oleh para
sahabat. Oleh karena itu, Aswaja tidak ada satupun yang menjadi pendirinya
melainkan hanya ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam ditengah
beberapa faham yang yang berusaha mengaburkan ajaran Nabi.
Definisi
secara bahasa Ahlussunnah wa al-Jama’ah atau Aswaja terbentuk dari tiga kata,
yakni:
·
Ahl, berarti keluarga, golongan, atau
pengikut.
·
Al-Sunnah, bermakna al-thariqah wa law ghaira mardhiyah berabti jalan atau cara
walaupun tidak diridlai.
·
Al-Jama’ah, berasal dati kata ijtima’ (perkumpulan), yang merupakan
lawan kata taffaruq (perceraian) dan furqah (perpecahan).
Sedangkan,
definisi secara istilah Aswaja terdiri dari dua pengertian, yaitu Sunnah adalah suatu nama untuk cara yang
diridlai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasullulah atau selainnya dari
kalangan orang yang mengerti tentang Islam, seperti para sahabat Nabi. Secara
umum, Sunnah adalah segala sesuatu
yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan baik ucapan, perilaku, serta
ketetapan oleh Nabi. Dan Jama’ah
adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat,
tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari
kiamat. Syaikh Abdullah al-Harari menegaskan pengertian al-Jama’ah merupakan
aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin(al-sawad al-a’zham).
Dapat disimpulkan, dalam al-Khawakib
al-Lamma’ah, Aswaja adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi
dan jalan para sahabat dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyah
serta akhlak hati.
Islam adalah agama Allah yang diturunkan
untuk seluruh manusia yang didalamnya terdapat pedoman dan aturan demi
kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Ada tiga sendi utama dalam
ajaran agama Islam (HR. Muslim: 9):
a.
Islam.
Implementasi dari 5 rukun Islam, yakni: Shahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan
Haji bila mampu. Islam akan menghadirkan bagian ilmu yaitu ilmu fiqh atau ilm
hukum islam.
b.
Iman.
Implementasi dari 6 rukun Iman, yakni: iman kepada Allah, kepada malaikat,
kepada kitab-kitab Allah, kepada Rasul, kepada hari kiamat, dan kepada qada dan
qadar. Iman memunculkan ilmu kalam atau tauhid.
c.
Ihsan.
Menyembah Allah seolah-olah meliha-Nya, jika tidak mampu maka sesungguhnya
Allah melihatmu. Ihsan melahirkan bagian ilmu tasawuf atau akhlak.
Meskipun
ketiga aspek tersebut terbagi dalam beberapa ilmu, ketiganya harus diterapkan
secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Misalnya orang yang sedang shalat,
maka dia hanya menyembah Allah (iman), dengan syarat dan rukun shalat (islam),
serta dengan khusyu’ dan penuh penghayatan (ihsan).
Apabila ditanya cirri khas akidah Aswaja
meyakini bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat. Maksudnya, seperti salah
satu sifat Allah mukhalafatuhu
lil-hawaditsi yang berarti Allah tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya.
Sehingga mustahil Allah menyerupai makhluk yang memilki roh dan benda-benda
padat (jamad). Ulama Aswaja menjelaskan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi atas
dua bagian:
a.
Benda
(‘ain), yang tebagi menjadi dua:
·
Al-jauhar al-fard, benda yang tidak dapat dibagi
lagi karena telah mencapai batas terkecil.
·
Jism, benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian.
o
Lathif, sesuatu yang tidak dapat dipegang
oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, roh, angin, dan sebagainya.
o
Katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh
tangan, seperti tanah, manusia, benda padat (jamad) dan sebagainya.
b.
Sifat
benda (‘aradh). Benda mempunyai sifat
yang melekat padanya seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada
ditempat dan arah, duduk, turun, naik, dan sebaginya.
Dari klasifikasi benda diatas, semakin meyakinkan
Allah itu tidak mungkin serupa dengan makhluk-Nya. Arah dan tempat diciptakan
oleh Allah, termasuk manusia yang diciptakan Allah. Dengan demikian berarti
Allah itu ada sebelum arah dan tempat itu ada dan Allah tetap pada tanpa arah
dan tempat. Oleh karena itu, Aswaja sepakat meyakini Allah itu ada tanpa arah
dan tempat. Kelompok yang meyakini Allah ada di Arsy itu bukan Aswaja, akan
tetapi kelompok Mujassimah dan Musyabbihah.
2. Dasar
Akidah Aswaja
Pokok keyakinan yang berkaitan
dengan tauhid dan lainnya menurut Aswaja harus dilandasi oleh dalil dan
argumentasi yang definitif (qath’i)
dari Al Quran, hadits, ijma’ ulama, dan argumentasi akal sehat.
Al
Quran
Al Quran
al Karim adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil. Allah memerintahkan
dalam Al Quran aar kaun muslimin senantiasa mengembalikan persoalan yang diperselisihkan
kepada Allah dan rasul.
Hadits
Hadits
adalah dasar hukum yang kedua dalam enetapan akidah-akidah dalam Islam. Hadits
yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya
disepakati dapat dipercaya oleh para ulama. Hadits tersebut adalah hadits muttawatir ialah hadits yang telah
mencapai peringakat tertinggi dalam keshahihannya. Dan hadits dibawahnya yaitu
hadits masyhur, namun hadits dibawah
peringkat hadits masyhur tidak dapat
dijadikan argumnetasi dalam menetapkan sifat Allah. Hadits masyhur dapat dijadikan argument dalam menetapkan akidah karena
dapat menghasilkan keyakinan sebagaimana halnya hadits muttawatir.
Ijma’ Ulama
Ijma’
ulama yang mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikan argumentasi dalam
menetapkan akidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa
sifat-sifat Allah yang qadim (tidak
ada pemulanya) adalah ijma’ ulama yang qath’i.
Akal
Akal
difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan
sebagai dasar dalam menetapkan akidah-akidah dalam agama. Meskipun begitu,
hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan dengan
ajaran yang dibawa oleh syara’.
Di
kalangan kaum Muslim, yang berupaya mengkaji akidah-akidah Islam, ada tiga
aliran yang berbeda dalam menyikapi seputar hubungan syara’ dengan akal.
Pertama,
aliran Mu’tazilah yang berpandangan bahwa akal
didahulukan daripada syara’.
Kedua,
aliran
Hasyawiyah, Zhahiriyah, dan semacamnya yang hanya mengikuti dominasi syara’,
dan tidak memberikan peran terhadap akal berkaitan dengan ajaran-ajaran yang
dibawa oleh syara’. Dalam ajaran Islam tidak akan tertib dan disiplin tanpa
dibarengi dengan ijitihad.
Ketiga,
aliran Aswaja
yang mengambil sikap moderat (tawassuth)
dan seimbang (tawazun). Semua kewajiban agama hanya dapat diketahui melalui
informasi dari syara’ sedangkan terkait dengan keyakinan hanya dapat dicapai
dengan penalaran akal. Gabungan dari keduanya dapat mengantar pada
hakikat-hakikat yang dikandung oleh dalil-dalil syara’.
Ketika
posisi akal bertentangan dengan naql maka kaedah yang harus diambil adalah
mengingat bahwa akal adalah pokok dari naql
dan bukti kebenaran naql. Oleh karena
itu, mengabaikan akal ketika ketetapannya definitif, serta menolak tuntutan
akal berakibat pada runtuhnya dasar naql
itu sendiri. Ketika kita membatalkan otoritas akal yang menjadi bukti kebenaran
naql, berarti kita membatalkan otoritas naql itu sendiri.
3. Ilmu
Kalam dan Filsafat
Alasan
karena ilmu kalam dianggap negative oleh sebagian agamawan adalah karena ilmu
kalam identik dengan ilmu filsafat Yunani yang berangkar dari ketidakfahaman
terhadap hakikat ilmu kalam serta perbedaannya dengan ilmu filsafat. Perbedaan
tersebut meliputi metodologi (manhaj),
karakter penelitian, objek, dan tujuan.
a.
Metotologi
Menurut
ulama tauhid akal adalah sarana yang dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajaran
agama, bukan sebagai fondasi atau titik tolak bagi keyakinan dalam beragama.
b.
Objek
(maudhu’)
Objek
yang menjadi materi kajian ilmu tauhid atau kalam adalah meliputi akidah-akidah
yang diterima dari syari’ah yang diangap sebagai sesuatu yang aksioma yang
menjadi titik permulaan kajiannya. Berbeda dengan para filosof yang membuat
perangka-perangka rasional untuk menelusuri dan mencari kebenaran dan tempat
kebenaran itu berada.
c.
Tujuan
Seorang
ahli ilmu kalam memiliki tujuan yang konkrit, yaitu bertujuan memperkokoh dan
memperkuat akidah yang menjadi keyakinan dalam agama. Hal ini berbeda dengan
seorang filosof yang memiliki tujuan yang masih belum jelas, yaitu mencari
kebenaran seperti apapun bentuknya.
SYI’AH
1. Pengertian
dan Sejarah Kemunculan Syi’ah
Secara
etimologi, kata as-Syi’ah berarti pengikut atau pendukung. Secara terminologi Syi’ah
mengklaim sebagai para pendukung imam Ali bin Abi Thalib. Mereka berpendapat
bahwa imamah merupakan hak Ali yang
telah ditetapkan berdasarkan nash Al
Quran maupun wasiat Nabi, baik eksplisit maupun implisit. Mereka meyakini bahwa
imamah tidak akan jatuh ke tangan
orang lain selain Ali. Permasalahan imamah
bukanlah merupakan masalah kemaslahatan umat yang diperoleh dengan cara
pemilihan umum tetapi merupakan permasalahan pokok dalam agama islam (rukn al-din).
Golongan
Syi’ah terdiri dari 22 sekte, sebagian mengkafirkan bagian lainya dan sekte
yang terkenal ada 4 yakni Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan Ghulat.
a. Itsna
Asy’ariyah (Syiah 12 atau Syi’ah Imamiyah atau Rafidhah)
Yaitu Syi’ah
yang menganut 12 imam diantaraya Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husen bin Ali,
Zainal bin Abidin, Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shidiq, Musa Al-Kahzim, Ali Ar-Rida,
Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari, dan Al Mahdi.
Ajaran-ajaran Syiah Itsna
Asy’ariyah
·
Tauhid. Tuhan itu Esa, keesaan Tuhan
itu mutlak, dan Tuhan adalah qodim.
·
Keadilan. Tuhan menciptakan kebaikan di alam
semesta yang merupakan keadilan. Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk
mengetahui perkara yang benar atau salah melalui perasaan
·
Nubuwwah. Rasul merupakan petunjuk hakiki
yang diutus untuk memberikan acuhan dalam membedakan yang baik dan buruk. Dalam
keyakinan Syi’ah Itsna Asy’ariyah, Tuhan telah mengutus 124.000 rasul.
·
Al-Ma’ad. Al-Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat.
·
Imamah. Imamah adalah institusi yang diimagurasikan Tuhan untuk memberikan
petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada
keturunan Muhammad sebagai rasul terakhir.
Dalam sisi yang bersifat mahdah, Syi’ah 12 berpijak pada 8 cabang
agama (furu ad-din) yaitu shalat, puasa,
zakat, khumus atau pajak sebesar 1/5 dari penghasilan, jihad, amar ma’ruf
dan nahi munkar, serta haji.
b. Syi’ah
Sab’iyah (Syi’ah 7)
Syiah Sab’iyah
hanya mengakui 7 imam, yaitu Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husen, Zaenal Abidin,
Al-Baqir, Ja’far Ash Shidiq, Ismail bin Jafar. Aliran ini dipelopori oleh
Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Para pengikut Syi’ah
Sab’iyah percaya bahwa Islam dibangun oleh 7 pilar yaitu iman, thaharah, shalat,
shaum, haji,dan jihad. Dalam pandanganya imam
hanya dapat diterima sesuai dengan keyakinan mereka yakni melalui
walayah atau kesetiaan kepada imam zaman.
Ada satu
sekte dalam Sab’iyah yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri
imam karena itu imam harus disembah. Alquran memiliki makna batin yang
diperuntukkan untuk para imam dan makna lahir yang diperuntukkan untuk orang
awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Aliran
ini memiliki prinsip ta’wil dan
meniadakan sifat dari zat Allah.
c. Syi’ah
Ghulat
Syi’ah
Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sifat berlebihan atau
ekstrim yang berkaitan dengan pendapatnya yang janggal yakni ada beberapa orang
yang secara khusus dianggap Tuhan dan dianggap rasul setelah Nabi. Sekte-sekte
yang terkenal antara lain:
·
Sabahiyah
·
Kamali
-
Albaiyah,
Mughriyah, Mansuruyah, Khattabiyah, Khaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah.
·
Yunusiyah
·
Nasisiyah
wa Isafiyyah
d. Syi’ah
Zaidiyah
Syi’ah
Zaidiyah adalah aliran yang mengikuti Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib
sebagai imam kelima. Zaid memiliki pendirian bahwa:
-
Pimpinan
negara harus ditangan Fatimah.
-
Dalam
dua negara boleh terdapat 2 imam yang memiliki persyaratan dan masing-masing
wajib ditaati.
-
Boleh
mengangkat imam yang baik meskipun ada yang lebih baik.
-
Tidak
mempercayai tahayyul yang melekat pada diri imam sehingga mendekatkan pada
sifat ketuhanan.
Syi’ah
Zaidiyah adalah madzhab Syi’ah yang paling moderat dan paling dekat dengan
madzhab ahlussunnah. Hal ini mungkin
karena Zaid pernah berguru Washil bin Atha’. Syi’ah Zaidiyah berpendapat
seorang imam setidaknya harus memiliki ciri sebagai berikut, merupakan
keturunan ahli ba’it melalui garis Hasan dan Husain, memiliki kemampuan
mengangkat senjata, dan memiliki kelebihan intelektualisme.
Syi’ah
Zaidiyah berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah syah
karena tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali. Mereka juga menolak nikah mut’ah dan doktrin taqiyah yang masih dipraktekan kaum Syi’ah lainya. Namun dalam
bidang ibadah Zaidiyah tetap cenderung menunjukkan simbol dan amalan Syi’ah
pada umumnya. Misalnya dalam cara adzan, takbir lima kali dalam shalat jenazah,
menolak syahnya mengusap kaos kaki, menolak imam shalat yang tidak soleh, dan
menolak binatang sembelihan non muslim.
2. Akidah
dan Ajaran Syi’ah
a.
Keyakinan
Syi’ah tentang Imam Mereka
Mereka sepakat
bahwa para nabi dan imam Syi’ah adalah ma’shum
selain itu tawali dan tabari adalah wajib.
b.
Kitab-kitab
Suci Syi’ah
Al-Jamiah
yang bermula dari Rasulullah mendektikan Shahifah
yang digantungnya di bahu pedang pada imam Ali, tatkala Rasulullah meninggal
dunia imam Ali memeliharanya dengan baik, shahifah
Rasulullah kemudian dikenal dengan nama Shuhufat
Ali. Rasulullah kemudian mendektikan keterangan lain yang disalin kedalam lembaran yang lebih
besar yang dikenal dengan Al-Jamiah.
Selain Al-Jamiah dan Shahifah dzuabah as-saif, kalangan Syi’ah mempercayai adanya Shahifah an-namus (berisi nama para
pengikut dan musuh hingga hari kiamat), Ahahifah
al-abithah (berisi 60 kabilah Arab yang halal darahnya), Al jafr al-abyadh (berisi zabur, taurat, injil, shuhuf Ibharim,
halal dan haram, al-Jafr al-Ahmar), serta
Mushaf Fatimah. Hal ini jelas diklaim
oleh Ahlussunnah yang menjelaskannya dalam riwayat HR. Bukhari.
c.
Empat
Kitab Hadits Syi’ah
Jika dalam Aswaja dikenal al-Kutub
al-Sittah sebagai kitab-kitab hadits induk, dan al-Bukhari sebagai kitab
hadits terbaiknya, maka dalam Syi’ah terdapat al-Kutub al-Arba’ah sebagai acua utama mereka setelah Al Quran,
sebagai berikut:
Al-Kafi
Al-Kafi disusun
oleh al-Kulaini sebagai kitab hadits pertama Syi’ah yang ada. Kitab ini memuat
tentang hadits Fikih, akidah, sejarah para ma’shumin,
dan empat belas orang suci, yakni Nabi Muhammad, Sayyidah Fatimah, dan 12 imam.
Man La
Yahdhuruhul Faqih
Penyusun kitab
ini adalah Abu Ja’far Muhammad ibnu Ali ibnu Husain dengan julukan Syaikh
as-Shaduq (maha guru yang jujur). Kitab ini adalah hadits ahkam atau hadits
mengenai hukum yang tertampung 5.963 hadits, dengan 2.050 hadits mursal, hadits
yang terputus periwayatannya dan sisanya hadits musnad, bersambung periwatannya.
Tahdzib al-Ahkam
dan al-Istibshar
Kedua kitab ini
disusun oleh Abu Ja’far Muhammad ibnu Hasan al-Thusi (385-469 H). Kitab ini
memuat tentang hadits ahkam, analisis fiqhi
dan visi argumentasi, serta isyarat tentang kaidah ushul fiqh dan rijal. Tahdzib al-Ahkam terdapat 13.590 hadits,
sedangkan al-Istibshar terdapat 5.511
hadits.
KHAWARIJ
1.
Pengertian
Khawarij dan Sejarah Kemunculan Khawarij
Secara bahasa, Khawarij adalah
bentuk plural dari kata kharijah, artinya
kelompok yang menyempal. Mereka adalah kaum pembuat bid’ah. Disebut demikian
karena mereka keluar dari agama, dan keluar dari barisan kaum muslimin,
khususnya dari kepatuhan Ali r.a. Sedangkan secara istilah , yang dimaksud
dengan kelompok khawarij dalam sejarah islam adalah orang-orang yang menyatakan
keluar dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib setelah terjadinya peristiwa
tahkim.
Kelompok
Khawarij juga disebut dengan kelompok Haruriyah, Nawashib, dan Syurrah. Nama
Haruriyah dinisbahkan kepada desa Harura, Kufah, Irak, yang menjadi tampat menetapnya
kelompok Khawarij ketika keluar dari baridan Ali. Sedangkan Nawshib adalah
bentuk jamak dari kata nashibi yang berarti orang yang berlebih-lebihan dalam
membenci Ali. Kata Syurrah adalah bentuk jama dari kata syaarr yang berarti
orang yang menjual.
Setelah Rasulullah wafat, kaum
muslimin merasa perlu untuk memikirkan penggantinya. Dalam pertemuan di majelis
Bani Saidah, segolongan kaum muslimin menyatakan bahwa khalifah itu harus dari
golongan Anshor, sedangkan golongan lain berpendapat khalifah harus berasal
dari Muhajirin. Ali bin Abi Thalib tidak hadir dalam pertemuan itu, sebab
beliau beserta keluarganya tengah sibuk mempersiapkan pemakaman Rasululah SAW.
Oleh karena itu Abu Bakar dilantik ada beberapa sahabat yang kurang setuju,
sehingga muncul pendapat yang ketiga, yaitu khalifah harus dari keluarga Nabi.
Keluarga Nabi yang pantas adalah Ali bin Abi Thalib. Sebab dialah yang pertama
masuk islam dan istri dari Fatimah Azahra.
Pada akhir masa pemerintahan
Utsman muncul golongan yang bergerak dibawah
tanah yang menuntut agar Utsman turun dari khalifah dan diserahkan kepada yang
lain. Dalam gerakan ini terdapat pendukung Ali ra. Ketika Utman terbunuh maka
mayoritas umat islam melantik Ali, akan tetatpi pengangkatan Ali mendapat
perlawanan dari sahabat Thalhah, Zubair dan Muawiyyah. Mereka menuduh Ali
terlibat dalam pembunuhan Utsman..
Dalam situasi gawat ini ,ada
sebagian sahabat yang tidak mau membai’at, Thalhah dan Zubair terbunuh dalam
perang jamal, sedangkan Muawiyyah sulit dipatahkan karena memiliki tentara yang
kuat. Antara Ali dan Muawiyyah pernah terjadi perang Shiiffin. Ketika Muawiyyah
merasa bahwa kekalahan akan menimpa dirinya, maka ia memerintahkan tentaranya
untuk mengangkat Al Quran dengan tombak sebagai tanda minta damai dan Al Quran
sebagai pedomannya. Dan sebagian besar pasukan Ali, khususnya para qurra’
meninggalkan peperangan tersebut. Mereka berargumentasi dengan firman Allah,
“tidaklah
kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu alkitab
(taurat),mereka diseru kepada kitab allah supaya kitab itu menetapkan hukum
diantara mereka.”
2.
Akidah dan
Ajaran Khawarij
Doktrin
politik
a) Khalufah atau imam harus dipilih
secara bebas oleh seluruh umat Islam
b) Khalifah tidak harus dari
keturunan Arab
c) Khalifah dipilih secara permanen
selama bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam
d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, akan
tetapi setelah tahun ke-7 dari kekhalifahanya, Utsman telah dianggap
menyeleweng
e) Khalifah Ali adalah sah, akan
tetapi setelah terjadi arbritase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
f) Muawiyah dan Amr bin Ash serta
Abu Musa al Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan juga telah menjadi kafir
g) Pasukan perang jamal yang
menyerang Ali juga kafir
Doktrin
teologi
a) Seseorang yang berdosa besar
tidak lagi diaggap muslim sehingga harus dibunuh
b) Setiap muslim harus berhijrah dan
bergabung dengan golongan mereka
c) Seseorang harus menghindar dari
pimpinan yang menyeleweng
d) Adanya wa’ad dan wa’id (orang
yang baik harus masuk surga dan orang yang jahat harus masuk neraka).
e) Menerima Al Quran sebagai salah
satu sumber diantara sumber hukum islam yang lain.
Doktrin
sosial
a) Amar ma’ruf nahi munkar
b) Memalingkan ayat Al Quran yang
tampak mutasabihah
c) Al Quran adalah mahluk
d) Manusia bebas memutuskan
perbuatanya bukan dari Tuhan
Keistimewaan aliran ini
diantaranya adalah tekun dan taat beribadah serta ikhlas berperang untuk
membela akidahnya.
MU’TAZILAH
1.
Pengertian dan
Sejarah Munculnya Mu’tazilah
Secara bahasa, Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala, yaitu memisahkan diri. Dengan demikian,
Mu’tazilah adalah kelompok yang memisahkan diri (i’tazala) dari orang lain. Istilah ini diambil berdasarkan sejarah
awal kemunculan kelompok ini, yakni sejak pemisahan diri tokoh Mu’tazilah
bernama Washil bin Atha’, dari majelis Hasan al-Bashri. Mayoritas ulama
menyatakan, pimpinan Mu’tazilah adalah Washil bin Atha’. Konon, ia banyak
menhadiri forum kajian yang dipimpin oleh hasan al-bashri. Suatu ketika,
terjadi diskusi dan perdebatan mengenai status orang yang melakukan dosa besar,
suatu masalah yang ramai dibicarakan kala itu. Washil bin Atha’ memiliki pendapat
berbeda dengan Hasan al-Bashri. Ia mengatakan bahwa orang yang memiliki dosa
besar berada di suatu kedudukan diantara dua kedudukan (manzilah baina al-manzilatain). Setelah itu Washil memisahkan diri
dari majelis Hasan al-Bahsri dan membuat majelis lain di masjid.
Ahmad Amin dalam Fajr
al-Islam menyebutkan bahwa ada kesamaan keyakinan antara kelompok Yahudi
dengan Mu’tazilah. “Mu’tazilah Yahudi” menafsirkan Taurat berdasarkan logika
filsafat, sedangkan “Mu’tazilah Islam” juga menakwili ayat Al Quran berdasarkan
logika filsafat. Kelompok ini biasa disebut dengan Ashab al-Adl wa al-Tauhid (penyokong keadilan dan monoteisme),
sering pula dijuluki kelompok Qadariyah dan ‘Adliyyah.
Ada pula yang menyatakan bahwa Mu’tazilah muncul sejak era
dinasti Umayyah yang berkembang lebih pesat pada era dinasti Abbasiyah.
Sebgaian berpendapat hal itu muncul di beberapa kalangan yang awalnya berpihak
pada Ali, yang memisahkan diri dari urusan politik, kemudian berubah menjadi
keyakinan akidah. Hal itu terjadi saat al-Hasan putra Ali mundur dari urusan
khilafah dan diserahkan sepenuhnya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
2.
Akidah dan
Ajaran Mu’tazilah
Mu’tazilah
meyakini Lima Dasar Utama (al-ushul
al-khamsah) sebagai prinsip ajaran mereka juga sekaligus sebagai Rukun Iman
bagi mereka. Lima Dasar Utama tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Prinsip Tauhid (Keesaan Allah)
Mereka tidak mempercayai adanya sifat-sifat Allah. Sebab,
dengan menetapkan sifat-sifat Allah yang juga bersifat qadim, seorang dianggap
telah berbuat syirik (menyekutukan Allah). Dengan mengaggap dzat Allah memiliki
sifat-sifat yang bersifat qadim, seseorang dianggap telah menyamakan antara
dzat Allah dengan sifat-sifatnya, sehingga akan ada tuhan-tuhan lain selain
Allah. Hal semacam ini, menurut mereka, termasuk perbuatan syirik.
b.
Prinsip ‘Adl
Dalam pandangan Mu’tazilah, seperti dijelaskan al-Mas’udi,
Allah tidak menyukai kerusakan, tidak menciptakan perbuatan hamba (af al al-‘ibad), namun mereka melakukan
apa yang mereka perintahkan dan meninggalkan apa yang mereka larang
sendiri,berdasarkan qudrah (kehendak)
yang diberikan Allah pada mereka. Dalam hal ini mereka meng-counter Jabariyah yang berpendapat
bahawa seorang hamba dalam perbuatannya, tidak memiliki pilihan sama sekali.
c.
Prinsip al-Wa’d wa
al-Wa’id (janji dan ancaman)
Mu’tazilah berkeyakinan bahwa janji
dan ancaman akan datang. Janji Allah untuk memberikan pahala pasti terjadi, demikian
pula sebaliknya, ancaman Allah untuk memberikan siksa juga bakal terjadi.
Sebagaimana janji Allah untuk menerima taubat
nashuha juga akan terjadi. Orang yang berbuat dosa besar tidak akan
diampuni, kecuali dengan bertaubat, sebagaimana orang yang berbuat kebaikan
bakal mendapatkan pahala.
d.
Prinsip al-Manzilah baina
al-Manzilatain (tempat di antara dua tempat)
Al-Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal mengutip pendapat
Washil bin Atha bahwa iman itu ibarat poin-poin kebaikan. Jika poin-poin itu
terkumpul, maka seseorang dinamakan sebagai mukmin, dan itu adalah predikat
terpuji. Sedangkan orang fasik tidak mengumpulkan poin-poin kebaikan, juga
tidak mendapatkan predikat terpuji. Oleh karena itu, ia tidak disebut sebagai
mukmin, namun juga tidak kafir karena syahadat dan kebaikan-kebaikan lain telah
ia penuhi. Tapi jika ia keluar dari dunia dengan membawa dosa besar tanpa
bertaubat, maka ia termasuk ahli neraka selama-lamanya. Karena di akhirat itu hanya
ada dua kelompok, satu di surga, satu di neraka. Namun orang itu siksanya di
neraka dikurangi.”
Meskipun Mu’tazilah
menyakini bahawa orang yang bermaksiat berada “di tempat di antara dua tempat”,
namun tidak mengapa disebut sebagai muslim. Namun tersebut, menurut mereka, untuk
membedakannya dengan orang-orang kafir dzimmi,
bukan untuk memuji atau memuliakannya.
e.
Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar
Prinsip ini berfungsi
untuk menyebarkan Islam dan memberikan pencerahan bagi orang-orang yang
tersesat, juga untuk menangkal serangan orang-orang yang berusaha
mencampuradukan (tablis) antara yang
benar dengan yang salah.78
Iman Ibnu Abil
‘Izz berkata, “Terkait amar makruf nahi munkar, mereka (kaum Mu’tazilah)
berkata, “Kita wajib menyuruh orang selain kita untuk melakukan hal yang telah
diperintahkan kepada kita dan mewajibkan mereka dengan apa yang wajib kita
kerjakan. Di antara kandungannya adalah boleh memberontak dengan senjata
melawan penguasa yang zalim.79
Selain Lima Dasar Utama Mu’tazilah, adapun ajaran lain dalam
akidah Mu’tazilah yang mencirikan golongan ini, yaitu mengandalkan akal secara
penuh. Bagi Mu’tazilah, kedudukan akal ini diatas Al Quran dan hadits. Oleh
karena itu dalam tafsirnya, mereka mencoba mentafsirkan Al Quran dengan akal
dan memutar ayat suci itu sesuai dengan akalnya. Diantara contohnya, mereka
menolak adanya Mi’raj, karena bagi mereka sangat bertentangan dengan akal,
walaupun telah ditetapkan dalam nash. Begitu pula mereka menolak adanya adzab
kubur, bangkit dari kubur. Alasannya, mustahil bagi orang yang sudah mati,
terbaring dalam tanah yang sempit, dibangunkan dan disuruh duduk.
3.
Sekte-sekte Mu’tazilah
Al- Syahrastani
dalam al-Milal wan Nihal menyebutkan
bahwa Mu’tazilah memiliki dua belas sekte, yaitu:
Al- Washiliyah
§ Pengikut Abu
Hudzaifah Washil bin Atha’ al-Ghazzal al-Altsag (80-131 H)
§ Empat dasar
ajarannya: (1) meniadakan sifat-sifat Allah, (2)
meniadakan taqdir Allah (sependapat dengan Ma’bad al-Juhaini dan Ghilan
ad-Dimasyqi), (3) paham Manzilah
baina Manzilatain, (4) salah satu kelompok dalam Perang Jamal
dan Shiffin salah, demikian pula orang yang membunuh dan menghina Itsman bin
Affan.
Al- Hudzailiyyah
§ Pengikut Abu
Hudzail Hamdan bin Al Hudzail Al- ‘Allaf (135-226 H) yang mengambil pemikiran
Mu’tazilah dari Utsman bin Khattab bin Thawil (murid Washil).
§ Diantara
pandangannya: manusia di dunia bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan Allah
sedikitpun (Qadariyul ‘Ula), namun di
akhirat, perbuatan mereka diciptakan Allah (Jabbariyul
Akhirah), proses orang yang kekal di dalam neraka terputus dan tidak
menerima perubahan (pendapat ini mirip dengan Jaham bin Shafwan yang menurutnya
surga dan neraka akan fana’ juga).
An- Nazhzhmiyah
§ Pendirinya
adalah Ibrahim bin Yasar bin Hani An-Nazhzham, seorang tokoh Mu’tazilah yang
banyak mengkaji filsafat.
§ Diantara
pendapatnya: Allah tidak mampu menciptakan keburukan dan kemaksiatan, seluruh
perbuatan hamba itu gerak dan diam termasuk gerak hati, ijma’, dan qiyas bukanlah
hujjah, hujjah itu hanya imam yang ma’shum
dan mereka cenderung kepada Rafidhah.
Al- Khabithiyah
dan al- Haditsiyah
§ Pendirinya
adalah Ahmad bin Khabit (w. 232 H) dan Fadhl al Haditsi (w. 257 H), keduanya
murid al- Nazhzham.
§ Diantara
ajarannya: menetapkan sifat ketuhanan al- Masih bin Maryam, manusia yang
berbuat dosa nantinya akan dihidupkan kembali dalam wujud binatang atau manusia
yang sesuai dengan kadar kejahatan dan kebaikannya, menakwilkan seluruh hadits
shahih tentang melihat Allah dan berpegang kepada hadits palsu tentang akal;
“Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah akal.”
Al- Bisyariyyah
§ Pendirinya
adalah Bisyar bin Mu’tamar.
§ Di antara ajarannya:
siapa yang bertaubat dari dosa besar kemudian mengerjakannya lagi, ia akan
disiksa karena perbuatannya yang pertama, karena yang menjadi syarat taubat
yang diterima adalah tidak mengulang kembali.
Al- Mu’ammariyah
§ Pendirinya
adalah Mua’ammar bin ‘Ibad al-Sulaimi (220 H).
§ Diantara
ajarannya: yang dimiliki manusia hanya keinginan saja, adapun perbuatan taklifiyah seperti makan, bergerak,
ibadah dan seterusnya tak lain adalah wujud dari keinginannya. Allah mustahil
mengetahui diri-Nya karena apabila hal itu terjadi berarti antara ‘alim (yang mengetahui) dengan yang ma’lum (yang diketahui) tidak satu.
Al- Mardariyyah
§ Pendirinya
adalah Isa bin Shabih (226 H), dijuluki dengan Abu Musa atau Mardar 9ia murid
Bisyr bin Mu’tamar). Dikenal dengan hidup zuhudnya sehingga digelari “Pendeta
Mu’tazilah.”
§ Diantara
ajarannya: Al Quran adalah makhluk, karena itu manusia bisa saja membuat buku
yang semisal dengan Al Quran, baik segi balaghah, fashahah, maupun nazham-nya.
As- Tsumamiyyah
§ Pendirinya
adalah Tsumamah bin Asyras al-Namiri (213 H), merupakan pimpinan Mu’tazilah di
zaman al- Ma’mun, al- Mu’tashim, dan al- Watsiq.
§ Pendapatnya
merupakan sinkretisme ajaran agama dan filsafat.
Al- Hisyamiyyah
§ Pendirinya
adalah pengikut Hsyam bin ‘Amr al- Fuwathi (226 H).
§ Tokoh ini
pandangannya lebih ekstrim dari rekan-rekannya yang semadzhab tentang taqdir,
yaitu menlak penyandaran suatu perbuatan kepada Allah dan saat ini sura belum
diciptakan karena tidak ada gunanya. Dalam ranah politik, ia menolah imamah
yang diangkat pada masa fitnah.
Al- Jahizhiyyah
§ Pendirinya
adalah ‘Amr bin Bahr Abi Utsman al- Jajizh, hidup pada masa peerintahan al-
Mu’tashim dan al- Mutawakkil.
§ Sala satu
ajarannya: diantara penduduk neraka ada yang tidak kekal, namun sifatnya
berubah menjadi sifat api dan Al Quran mempunyai jasad, suatu saat bisa
berwujud laki-laki dan suatu saat bisa berwujud binatang.
Al-
Khayyathiyyah dan al- Ka’ biyyah
§ Pendirinya
adalah Abu Husain bin Abi ‘Amr al- Khayyath (300 H), guru Abu Qasim bin
Muhammad al- Ka’bi.
§ Diantara ajarannya:
kehendak Allah (iradah) bukanlah sifat yang terdapat pada dzat Allah, iradah
bukan sifat dzat-Nya. Yang dimaksud Allah maha berkehendak adalah Allah maha
mengetahui, maha kuasa atas perbuatan-Nya dan tidak ada yang mempengaruhi-Nya. Maka
apabila dikatakan bahwa Allah maha berkehendak dalam perbuatan-Nya itu berarti
Allah menciptakan sesuatu sesuai dengan ilmu-Nya, apabila dikatakan bahwa Allah
menghendaki atas perbuatan makhluk-Nya, itu berarti Allah yang memerintahkan
dan Allah senang terhadap perbuatan manusia.
Al- Jubaiyyah
dan al- Bahsyaniyah
·
Pendirinya adalah Abu Muhammad bin Abdul Wahab al- Jubbai
(w.295 H), dan Abu hasyim Abdus Salam (w. 321 H).
·
Keduanya mengakui Allah maha berkata-kata dan kalam Allah
adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf. Karena itu hakikat
kalam menurut mereka berdua terdiri dari suara yang terputus-putus dan terdiri
dari huruf. Pendapat lainnya mereka sepakat dengan Ahlussunnah bahwa imam itu
dipilih, urutan Khulafaur Rasyidin menunjukkan keutamaan mereka. Mereka pun
ekstrimdalam ke-ma’shum-an Nabi, baik
dari dosa kecil maupun besar sampai niat berbuat dosa sekalipun. Disamping itu
mereka pun mengingkari karamah para wali (bai di masa sahabat ataupun
sesudahnya).
WAHABI
1.
Pengertian
dan Sejarah Kemunculan Wahabi
Golongan Wahabi adalah
pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, sebuah gerakan separatis yang muncul pada
masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222 H). Gerakan ini berkedok
memurnikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan. Muhammad bin Abdul
Wahhab dan para pengikutnya menganggap bahwa selama 600 tahun umat manusia
dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai
mujaddid yang memperbarui agama mereka. Gerakan Wahabi muncul melawan
kemampuan umat Islam dalam masalah akidah dan syariah, karenanya gerakan ini
tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah. Sebagian kalangan tidak
menyukai istilah “wahabi”, dan lebih menyukai istilah “salafi” salah satu
alasannya, penamaan dakwah yang di emban oleh Muhammad dengan nama Wahhabiyah
yang di nisbatkan kepadanya adalah penisbatan yang keliru dari sisi bahasa,
karena ayahnya tidak menyebarkan dakwah ini.
Mengklaim terhadap
sebuah mazhab yang baru dengan nama salafiyah atau salafi, merupakan bentuk
fanatisme (ta’ashshub), serta tidak masuk dalam kategori ittiba’ (mengikuti)
seperti yang di harapkan. Dengan ujaran lain , ittiba’ salaf merupakan inti
dari agama, dan dasar-dasar yang telah di tetapkan oleh sunnah Rasulullah.
Sedangkan pengklaiman terhadap mazhab salafi merupakan bentuk bid’ah yang tidak
diridhoi oleh Allah, juga bentuk pengkhayalan (penyelewengan) terhadap sesuatu
yang tidak ada dasarnya dalam sejarah (tarikh). Dari kurun waktu pertama yang
di berkahi dalam agama Islam, tidak ada mazhab dalam klompok umat islam yang di
beri nama dengan “ mazhab salafi” atau “mazhab salaf”.
Muhammad bin Abdul
Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at Tamimi pertama
kali menyebar ajarannya di daerah Huraimalan. Banyak yang menentang ajarannya
termasuk ayah dan gurunya sehingga berdakwah dengan sembunyi. Namun setlah
ayahnya meninggal dia berani lantang menyebarkan ajarannya. Ia mengkafirkan
umat Islam ziarah kubur, mereka hanya bertawasul, dan membalikkan ayat
yangsebetulnya turun sebagai peringatan untuk kaum kafir ia menggunakan ayat
ini untuk mengkafirkan umat Islam.
2.
Aliran
Wahabi dan Penyimpangannya
Pengikut wahabi sering
menyebut diri mereka dengan nama al-
Muwahhidin (kaum yang tauhidnya bersih). Selain itu, kelompok Wahabi pda
era belakang sering menyebut diri sebagai salafi.
Wahhab adalah orang biasa yang tidak menonjol dan tidak diakui ketokohan serta
keulamaannya oleh para ulama yang sezaman dengannya. Oleh karena piranti
keilmuan yang dimilikinnya tidak memadai, maka hasil ijtihadnya, baik dalam
bidang fiqih, maupun dalam bidang akidah, banyak yang menyimpang dari Al Quran,
Sunnah dan ijma’ kaum muslimin. Akibatnya, ia seringkali melakukan protes
terhadap umat islam sekitarnya, yang jelas berbeda dengan dirinya.
Selanjutnya, untuk
menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung platform dakwah yang
sangat terpuji yang mengklaim mengikuti Al Quran dan al-Sunnah, berijtihad
sendiri , memerangi syirik, penyembahan berhala, membersihkan islam dari bid’ah
dan khurafat. Namun mereka salah kaprah dalam penerapannya, bahkan dapat di bilang,
dalam banyak hal mereka telah keluar dari islam itu sendiri.
Kemudian, karena
keyakinannya yang menyimpang itu, kakaknya sendiri yang bernama sulaiman bin
abdul wahhab juga mengkritik dengan pedas melalui kedua bukunya, yaitu 1.Al-sawa’iq al-ilahiyyah fi al-radd’ala
al-wahhabiyah, dan 2.Fasl al-khithab
fi al-radd’ala Muhammad bin abdil wahhab. Kedua bukunya itu di rasa penting
di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran islam dan
akidah umat secara umum, terutama madzhab ahmad bin hanbal, sebagai madzhab
ahlussunnah wal-jamaah yang banyak di ikuti oleh penduduk najed, Saudi Arabia.
Banyak kitab yang di
tulis oleh para ulama ternama ahlussunnah wal-jamaah yang menjelaskan kesesatan
ajaran kelompok ini, seperti syaikh ahmad bin zaini dahlan, al-habib ‘alawi bin
ahmad bin hasan al-haddad dan lain-lain.
Ajaran wahabi masuk ke
Indonesia melalui kaum paderi di minangkabau, kemudian di kembangkan oleh 3
orang tokohnya, yaitu H sumanik dari luhak tanah datar, H piabong dari luhak 50
kota, H miskin dari luhak agam. Salah satu latar belakang kelahiran jami’iyah
nahdlatul ulama tidak lepas dari adanya reaksi terhadap situasi umat islam
ketika itu.
Muhammad bin abdul
wahhab telah membuat ajaran baru yang di ajarkan kepada pengikutnya. Dasar
ajarannya ini adalah menyerupakan allah dengan makhluk –Nya, karena duduk
adalah salah satu sifat manusia. Dengan ajarannya ini, Muhammad bin abdul
wahhab telah menyalahi firman allah :
“Dia (allah) tidak menyerupai segala sesuatu dan tidak ada sesuatupun
yang menyerupai-Nya”. (Q.S. asy-Syura: 11)
Para ulama salaf
bersepakat bahwa barang siapa yang menyifati allah dengan salah satu sifat di
antara sifat-sifat manusia maka ia telah kafir. Sebagaimana hal ini di tulis
oleh imam al muhaddits as-salafi ath-thahawi (227-321 H) dalam kitab aqidahnya
yang terkenal dengan nama (akidah thahawiyah), teks pernyataan adalah :
“Barangsiapa mensifati allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat
manusia, maka ia telah kafir”.
Di antara keyakinan
golongan wahabiyah ini adalah mengkafirkan orang yang berkata: “Yaa Muhammad…”,
mengkafirkan orang yang berziarah ke makam para nabi dan para wali untuk
bertabarruk (mencari barakah ), mengkafirkan orang yang yang mengusap makam
para nabi untuk bertabarruk, dan mengkafirkan orang yang mengalungkan hirz(tulisan ayat-ayat al-qur’an atau
lafazh-lafazh dzikir yang di bungkus dengan rapat lalu di kalungkan di leher )
yang di dalamnya hanya tertulis al-qur’an dan semacamnya dan tidak ada sama
sekali lafazh yang tidak jelas yang di haramkan.
3.
Wahabisasi
dan Kelompok-kelompok di Indonesia
Seperti telah di
jelaskan sebelumnya , wahabi juga di kenal dengan istilah salafi, sebab
pengakuan mereka yang berdakwah di atas manhaj salaf shalih. Madrasah salafiyah sendiri terdapat di berbagai
Negara muslim , di antara lain di arab Saudi, yaman, yordania , Syria,
Negara-negara jazirah arab , mesir , Pakistan , india , asia tengah dan
lainnya. Tiga madrasah yang sangat dominan saat ini ialah salafiyah di arab
Saudi, salafiyah di yaman , dan salafiyah di yordania-syria (syam).
Paham
salafiyah yang masuk ke Indonesia bermacam-macam warna. Warna yang paling asli
adalah dakwah Muhammad bin abdul wahhab yang di bawa oleh ulama-ulama di
sumatera barat pada awal abad ke 19 .inilah salafiyah pertama di Indonesia, di
kenal sebagai kaum padri, di zaman klonial berperang melawan kaum adat dan
belanda .
Di
era modern , salafiyah masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur, antara lain
malalui buku-buku , media , proses pendidikan, kerjasama kelembagaan, dan jalur
gerakan dakwah salafiyah .
Di
Indonesia , dakwah salafiyah tidak hanya satu ragam, namun amat berbagai-bagai.
Secara garis besar setidaknya ada dua gerakan , yakni salafi yamani dan salafi
haraki . istilah salafi yamani di tujukan untuk menyebut para dai salafi alumni
madrasah salafiyah muqbil bin hadi al-wad’i (meninggal 2002), yang terletak di
kota sa’dah, desa dammaz, yaman, beserta pihak-pihak lain dari kalangan dai
atau penuntut ilmu , yang sepakat dengan metode dakwah muqbil bin hadi.
Salafi
yamani sangat menolak metode pergerakan , sebab hal itu di anggap sebagai
bid’ah dan merupakan praktik fanatisme (hizbiyyah) . namun rupannya mereka
tidak konsisten terhadap prinsipnya. Buktinya adalah keberadaan forum
komunikasi ahlussunnah wal-jamaah (FKAWJ), kemudian melahirkan laskar jihad ,
yang di dirikan oleh tokoh salafi yamani , ja’far umar thalib, forum ini tidak
jauh berbeda dengan kelompok hizbiyyah yang semula sangat mereka musuhi.
Selain
istilah salafi yamani dan haraki, ada istilah-istilah lain seperti salafi
sururi, salafi jihadi , salafi wahdah islamiyah , salafi turatsi, salafi
ghuraba , salafi ikhwani ,salafi hadadi , salafi turaby, dan sebagainya.
Ternyata nama-nama tersebut tidak hanya sekedar istilah , namun saling
mengklaim kebenaran dan mengkampayekan permusuhan.
Muhammad
umar as seweed ( menjadi pemimpin salafi yamani pasca ja’far umar ) mengatakan
bahwa ja’far umar thalib itu ahli bid’ah dan khawarij. Bahkan kelompok
as-seweed menyusun buku dengan judul “pedang tertuju di leher ja’far umar
thalib”, yang artinya ja’far umar thalib halal di bunuh .
BAGAN 1. SEKTE-SEKTE SYI’AH
Akar Perpecahan. Imam pertama Ali, kemudian Hasan, Husain. Namun mereka
berbeda pendapat mengenai pengganti Imam Husain, menjadi dua kelompok: 1.
Imamah beralih kepada Ali, putra Husain, 2. imamah beralih kepada Muhammad
bin Hanafiyah, putra Ali bin Abi Thalib. Maka muncullah sekte-sekte dalam
Syi'ah.
|
|||
Kaisiniyah
(nama
bekas budak Imam Ali, Kaisan)
Mempercayai
kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah.
|
Zaidiyah
Zaid
bin Ali bin Husain bin Ali.
Merupakan
sekte Syi’ah moderat, karena mengakui keabsahan Abu Bakar, Umar dan meyakini
bahwa imamah tidak harus dengan nash, tapi dengan pemilikan.
|
Ghullat
Kelompok
ekstrem yang berlebih-lebihan dalam memuji Ali.
|
Imamiyah
Percaya
bahwa Nabi telah menunjuk Ali sebagai imam pengganti dengan tegas dan jelas.
Tidak
mengakui kepemimpinan khalifah sebelum Ali
Meyakini
Imam pertama adalah Ali dan keturunannya.
|
Karbiyah: mempercayai muhammad bi Hanafiyah tidak mati, namun hanya
gaib dan akan kembali di akhir zaman sebagai Imam Mahdi
Hasyimiyah: mempercayai Muhammad bin Hanafiyah telah meningal, namun
jabatan imamah beralih kepada anaknya, Abu Hasyim
|
Jarudiyah: menganggap Nabi telah menentukan ali sebagai imam, tapi
melalui isyarat (menyinggung) atau al-washf (menyebut keunggulannya dibidang
yang lain)
Sulaimaniyah: menganggap pemimpin dipilih dengan sistem musyawarah dan
tidak harus terbaik Badriyah atau Shalihiyah: berpandangan sama dengan
Sulaimaniyah, tapi dalam masalah Utsman, mereka berdiam diri atau tawaqquf
|
As- Sabaiyah: Ali jelmaan Tuhan bahkan Tuhan itu sendiri, Ali masih hidup
dan diangkat dilangit
Al- Ghuraiyah: Ali manusia biasa, tetapi dialah yang seharusnya menjadi
utusan Allah, bukan Muhammad
|
Isma’iliyah: jabatan imamah tersebut pindak kepada anak Ja’far
ash-Shidiq yang bernama Isma’il
Itsna Asyariyah: meyakini jabatn imamah pindah kepada anak Ja’far yang
bernama Musa al- Kazhim
|
Telah
lama punah
|
Berkembang
sampai saat ini di Yman (bagian utara), Sawahil, Tabaristan, dan Najran
(selatan Saudi Arabia)
|
Telah
punah
|
Merupakan
sekte berbesar Syi’ah saat ini, berkembang di iran dan diikuti kalangan di
Indonesia
|
BAGAN
2. SEKTE-SEKTE KHAWARIJ
Akar Perpecahan. Semua kalangan Khawarij sepakat bahwa meraka harus keluar (kharaja-kharij) dari kepemimpinana
yang sebenarnya diakui oleh mayoritas kaum muslim. Namun mereka berpendapat
mengenai hukum orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. Diantara mereka
ada yang berpendapat ekstrim, ada pula yang memiliki sikap dan pemikiran
moderat.
|
||||
Azariqah: 1. orang yang
berbeda keyakinan dengan mereka, bukan hanya tidak mukmin, namun juga
musyrik, halal, untuk diperangi dan dibunuh. 2. Wilayah orang yang berbeda
keyakinan adalah dar al-kufr
(wilayah kaum kafir), karena itu hartanya boleh diambil, anak-anak dan kaum
wanitanya boleh ditawan dan dijadikan budak. 3. Anak-anak orang yang berbeda
keyakinan dengan mereka kekal di neraka, karena dosa ayahnya. 4. Berkeyakinan
bahwa para nabi bisa saja berbuat dosa besar dan kecil.
|
Najdat: 1. Tidak berpendapat anak pihak yang berbeda keyakinan
boleh dibunuh. 2. Keberadaan imam (pemimpin) bukan kewajiban syari’at, namun
kewajiban atas dasar maslahat (jika kaum muslimin dapat saling memberi
nasehat dan menebarkan kebaikan, maka tidak diperlukan imam). 3. Menjadi
kelompok pertama Khawarij yang meyakini konsep taqiyyah (menampakkan diri bukan Khawarij demi menjaga
keselamatannya)
|
Shafariyah: 1. Berbeda pendapat mengenai pelaku dosa besar. Pertama,
mengaggap bahwa dosa yang tidak ada sanksinya (had), tidak menjadikan
pelakunya dihukumi sebagai pezina, pencuri, atau pelaku qadzhaf, selain yang ada sanksinya , maka pelakunya kafir. Kedua,
berpendapat bahwa pelaku dosa tidak dianggap kafir. 2. Tidak berkeyakinan
bahwa pihak yang tidak sependapat boleh dibunuh, tidak berkeyakinan bahwa
wilayah mereka dar al-harb (zona
perang), tidak berkeyakinan bahwa wanita dan anak-anak boleh ditawan, namun
yang diperangi hanya markas pemerintah.
|
‘Ajaridah: 1. Membiarkan (tidak menyerang) pihak yang berseberangan
jika diketahui sebagai orang bertakwa, karena itu, mereka tidak mewajibkan
jihad terus-menerus. 2. Tidak berkeyakinan harus keluar dari wilayah yang
dihuni pihak yang berseberangan, meski
hal itu lebih utama. 3. Tidak berpendapat bahwa harta pihak yang
berseberangan boleh diambil hartanya. 4. Tidak boleh membunuh orang yang
tidak memerangi mereka.
|
Ibadhiyah: 1. Sekte yang paling moderat diantara sekte Khawarij lain
dan lebih dekat dengan kelompok Aswaja. 2. Berkeyakinan, pihak berbeda bukan
musyrik dan bukan mukmin, namun kafir (kufur) nikmat, bukan kufur kaidah. 3.
Tidak boleh membunuh pihak yang berbeda, wilayah mereka adalah dari Islam
(wilayah Islam), kecuali markas pemerintah, namaun mereka tidak menyatakan
bahwa markas itu harus diserang. 4. Bila terlibat perang dengan kelompok
muslim lain, harta mereka tidak dianggap ghanimah,
kecuali kuda dan persenjataannya.
|
Telah punah
|
Sempat
berkembang pesat hingga dapat menguasai Bahrain, Hadhramaut, Yaman, dan
Thaif, namun saai ini telah punah
|
Telah punah
|
Telah punah
|
Karena
moderasinya, berkembang sampai kni di Aljazair, Tunisia, Libya, Zanjibar,
Tanzania, dan Omman. Mereka memiliki ulama dan pendapat fikih yang baik.
|
TABEL
1. PERBEDAAN ASWAJA DAN SYI’AH
Aspek
|
Aswaja
|
Syi’ah
|
Rukun Islam
|
Syahadatain,
Shalat, Puasa, Zakat, Haji
|
Shalat, Shaum,
Zakat, haji, Wilayah
|
Rukun Iman
|
Allah, para
malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, Qadha dan Qadar
|
Tauhid,
Nubuwwah, Imamah, Al-‘Adl, Al-Ma’ad
|
Shahadat
|
Dua kalimat syahadat
|
Tiga kalimat
shahadat (ditambah dengan menyebut dua belas imam)
|
Imam
|
Percaya pada
imam tang ditak termasuk rukun iman (imam tidak terbatas)
|
Percaya kepada
12 imam termasuk rukun iman
|
Khilafah
|
4 Khulafa
Rasyidin
|
Hanya Ali yang
diakui
|
‘Ishmah
|
Khalifah tidak
ma’shum, artinya mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa
|
Para imam yang
berjumalah 12 adalah ma’shum seperti Nabi
|
Sahabat
|
Dilarang
mencaci maki ara sahabat
|
Mencaci maki
para sahabat tidak apa-apa, bahkan Syi’ah berkeyakinan para sahabat setelah
Rasullullah wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja.
Alasannya karena para sahabat memba’iat Abu Bakar sebagai khalifah.
|
Istri Rasul
|
Sayyidah
Aisyah istri rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Para istri rasul
termasuk ahlul bait
|
Aisyah dicaci
maki. Para istri Rasul bukan Ahlu bait
|
A Quran
|
Tetap orisinil
|
Telah dibuah
oleh para sahabat
|
Hadits
|
Al Kutub as-
Sittah: shahih Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, an- Nasa’i
|
Al Kutub al-
Arba’ah: al Kafi, al Istibshar, Man la yahdhuruhu al Faqih, at- Tahdzib
|
Surga dan
neraka
|
Surga
diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul. Neraka
diperuntukkan bagi orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul.
|
Surga
diperuntukkan bagi orang yang cinta Ali. Neraka diperuntukkan bagi orang yang
memusuhi Ali.
|
Raj’ah
|
Tidak meyakini
raj’ah adalah keyakinan bahwa keak di akhirat sebelum kiamat, manusia akan
hidup kembali, dimana saat itu ahlu bait akan balas dendam kepada musuhnya
|
Meyakini
akidah raj’ah
|
Imam Mahdi
|
Imam Mahdi adalah
sosok yang akan membawa keadilan dan kedamaian
|
Imam Mahdi
akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk
membangunkan Rasullullah, Ali, fatimah, serta ahlu bait. Selanjutnya ia akan
membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Ketiga tersebut, akan disiksa, sebagai
balasan ats perbuatan jahat mereka kepada ahlu bait. (orang Syi’ah mempunyai
Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Aswaja, yang akan membawa
keadilan dan kedamaian.
|
Mut’ah
|
Haram
|
Halal dan
dianjurkan
|
Khamr
|
Najis
|
Najis
|
Air
|
Air yang telah
dipakai istinja’ (cebok) tidak suci
|
Air yang telah
dipakai cebok dianggap suci dan mensucikan
|
Shalat
|
1.Meletakkan
tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. 2.Mengucapkan Amin sunnah.
3.Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang
mempunyai udzur sya’i. 4.Shalat Dhuha disunnahkan
|
1.Meletakkan
tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat. 2.Mengucapkan Amin di
akhir surat al-Fathihah dalam shalat dianggap tidak sah. 3.Shalat jama’
diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun. 4.Shalat Dhuha tidak dibenarkan
|
TABEL
2. PERBEDAAN ASWAJA DAN KHAWARIJ
Aliran
|
Perbedaan
|
||
Teologi
(aqidah)
|
Hukum (fiqh)
|
Politik
(siyasah)
|
|
Aswaja
|
Rukun Islam:
syahadat, shalat, puasa, zakat, haji
|
Rujukan hadits
al Kutub as Sittah: shahih bukhari, muslim, abu dawud, turmudzi, ibnu majah,
an Nasa’i
|
4 Khulafa
rashidin
|
|
Rukun Iman:
Allah, para malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, Qadha dan Qadar
|
Rujukan
penetapan hukum (mashadir al tasyri’); Al Quran dan Sunnah Nabi
|
Percaya kepada
imam tidak termasuk rukun iman (imam tidak terbatas)
|
|
Al Quran
adalah orisinil
|
Potensi
ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash Al Quran dan
Sunnah
|
Pemimpin
(imam) diangkat melalui kesepakatan ahl hal wa al- aqdi atau orang yang
mengangkat dirinya sendiri (dalam kondisi darurat), kemudian dia dibaiat oleh
ahl hal wa al- aqdi dan rakyat
|
|
Surga
diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Neraka
diperuntukkan bagi orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul
|
Mengambil
fikih dari imam madzhab empat, yaitu Abu Hanifah, Maliki, Syafi’I, dan Ahmad
bin Hanbal
|
Kepemimpinan
hukumnya wajib karena dalil syariat. (persamaan dengan Khawarij; harus ada
pemimpin untuk mengelola dan mengamankan negara. Menurut Aswaja karena dalil,
menurut Khawarij, karena maslahat
|
|
|
|
Pemimpin harus
memenuhi empat syarat: 1. Berasal dari suku Quraisy. 2. Baiat. 3. Syura. 4.
Adil
|
Khawarij
|
Meyakini khlaq
al Quran (penciptaan Al Quran), karena itu Al Quran tidak suci
|
Hanya mengambil
hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka
|
Menyatakan
keluar dari kepemimpinan Ali (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al- aqd dan
telah dibaiat rakyat) setelah terjadinya peristiwa tahkim (arbitrase)
|
|
Setiap orang
dari umat Nabi Muhammad yang tela melakukan dosa dikategorikan sebagai orang
kafir dan ia akan kekal di dalam neraka
|
Meyakini hukum
hanya milik Allah (la hukma ilalillah), karena itu mengukumi sesuatu dengan
selain hukum Allah menurut mereka adalah kufur
|
Mengkafirkan
Ali, Utsman, Muawiyah, oarng yang terlinat dalam perang Jamal, dua pihak yang
menyepakati perjanjian tahkim, serta orang yang mendukung kedua pihak
|
|
Mengubah nama
dan sifat Allah
|
Semangat
membabi buta (hammasah) dan hanya berpegang teguhpada lahiriah teks/ dalil
|
Berkeyakinan
bahwa jika pemimpin kafir, maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar
dari kepemimpinan imam yang mereka nilai elah kafir
|
|
Memaknai
istiwa (bersemayamnya) Allah di Arsy dengan istila’ (menguasai), sehinga
direbut kembali oleh Allah
|
Kesalahan
dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang kafir
|
Khalifah harus
dipilih malului pemilihan yang bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas
kaum muslimin, bukan hanya sebagian golongan, dan epemimpinan khalifah terus
sah selama ia menegakkan keadilan dan syariat, jauh dari kesalahan dan
kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat atau dibunuh
|
|
Mayoritas
Khawarij tidak mengimani azab kubur
|
|
Khalifah tidak
harus dari suku Quraisy, juga tidak harus dari bangsa Arab. Mereka mengangkat
Abdullah bin Wahab al- Rasi (bukan dari Quraisy) sebagai khalifah dan
menyebutnya amir al- mukminin
|
|
Berani mati
dan menghadapi bahaya yang mengancam jiwa dan keselamatan, dengan alasan yang
tidak kuat
|
|
Kelompok
Khawarij bernama najdat berpendapat pengangkatan imam wajib karena maslahat
dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat
|
|
Kelompok
Khawarij bernama Yazidiyah meyakini bahwa Allah mengutus seorang Rasul dari
kalangan ‘ajam (non Arab) dan menurunkan syariat Nabi
|
|
|
PENUTUP
Kesimpulan
Pengklasifikasian firqah islam menjadi
73 adalah sebuah prediksi Rasulullah sesuai system berfikir yang akan
berkembang di masa yang akan datang dalam memahami ajaran islam. Tapi semua
kelompok itu masih dalam bingkai umat Nabi Muhammad dan tidak sampai keluar
dari din al-islam. Kelompok yang selamat adalah sebuah prilaku dari perorangan
atau kelompok yang mengikuti sunnah Nabi dan para sahabatnya. Lintas
organisasi, partai, madzhab, negara, generasi, tokoh atau lainnya.
Nahdlatul Ulama’ mengaku sebagai
kelompok ahlussunnah waljamaah tapi aswaja tidak hanya NU. Bisa saja orang
mengaku NU tapi dalam pemahamannya tentang islam tidak sesuai dengan konsep
aswaja. Jadi bisa saja seorang berada di golongan yang bukan NU tapi
keyakinannya sesuai dengan konsep ASWAJA.
Reinterpretasi sebuah konsep
aswaja adalah kembali kepada pemahaman as-salaf as-shaleh yang paling dekat
dengan system hidup Rasulullah dan sahabatnya. Dan upaya mencari kebenaran
adalah dengan menggunakan pisau analisis para mujtahidin yang diakui kemampuan
dan keikhlasannya dalam memahami islam. Bukan hanya dengan sebuah wacana yang
dikembangkan oleh orientalis yang berusaha membius pemikir muslim dan
menghancurkan islam dari dalam. Wallahu a’lam bis-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar