Selasa, 12 Juli 2016

PERBEDAAN ASWAJA DENGAN ALIRAN/ FIRQOH LAIN DALAM SEJARAH UMAT ISLAM

PERBEDAAN ASWAJA DENGAN ALIRAN/ FIRQOH LAIN DALAM SEJARAH UMAT ISLAM
RESUME
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Agama Islam II

Dosen Pengampu: Nur Rohman, S.Pd., M.Si.

Oleh:
Ahmad Sobri               151120001717
Ali Zakaria                  151120001725
Dewi Nur Maulidiyah 151120001763




AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA



Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul Perbedaan Aswaja dengan Aliran/Firqoh Lain dalam Sejarah Umat Islam.. Makalah ini dibuat dengan diskusi dan studi pustaka untuk menyelesaikannya. Makalah ini berisikan tentang analisis perbedaan Aswaja dengan aliran atau firqoh atau sekte lain dalam sejarah umat Islam. Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan kita. Kritik dan saran selalu kami harapakan untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada Bapak NUR ROHMAN, S.Pd., M.Si. atas bimbingannya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Agama Islam II (Ahlussunnah wa al-Jama’ah) dengan baik.

Jepara, 5 Maret 2016


Penulis







PENDAHULUAN
Mengingat bab sebelumnya yang memaparkan materi tentang definisi dan ajaran Aswaja. Sedikit sudah disinggung tentang perbedaan Aswaja dengan aliran, kelompok, dan sekte lain dalam sejarah umat Islam. Pada kali ini akan dibahas mengenai kelompok, aliran, dan sekte  yang pernah ada dalam sejarah umat Islam, serta yang masih bertahan hingga kini. Selain untuk mengetahui sejarah dan ajaran kelompok tersebut, penjelasan ini berguna untuk mengetahui posisi Ahlussunnah Wa al-Jama’ah atau Aswaja, diantara kelompok, aliran, dan sekte tersebut. Dalam judul, sengaja disebut kalimat “dalam sejarah umat Islam”, bukan “dalam Islam”, untuk mengindari pro-kontra, bahwa diantara sebagian kelompok, aliran, dan sekte tersebut ada yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam.
Problematika teologis dikalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M) yng ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan Muawiyyah bin Abi Sofyan. Kelak kelompok tersebut dikenal dengan sebutan Khawarij (pembelot/ pemberontak). Kelompok yang kedua muncul adalah Syi’ah kebalikan Khawarij, mereka adalah pendukung Ali. Selanjutnya muncul aliran Murji’ah pada akhir kurun pertama (akhir masa sahabat). Selanjutnya pada awal kurun kedua (tabi’in ) muncul faham Jabariyyah. Kemunculan berikutnya adalah Mu’tazilah, Qadariyah, As’ariyah, dan Maturidiyah.
Dari masing-masing aliran kalam memiliki pemahaman yang berbeda tentang berbagai masalah ketuhanan dan lainnya, yang kemudian menimbulkan argumentasi yang diperdebatkan untuk membela masing-masing golongan. Kelompok, aliran, dan sekte yang akan dikaji dalam bab ini adalah kelompok yang telah muncul dan berkembang sejak lama yaitu Ahlussunnah Wa al-Jama’ah, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, dan Wahabi.





PEMBAHASAN

AHLUSSUNNAH WA AL-JAMA’AH
1.      Pengertian, Ajaran, dan Ciri Khas Akidah Aswaja
Aswaja bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang melainkan Aswaja adalah Islam yang murni yang langsung dari Rasulullah dan sesuai dengan yang telah digariskan dan diamalkan oleh para sahabat. Oleh karena itu, Aswaja tidak ada satupun yang menjadi pendirinya melainkan hanya ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam ditengah beberapa faham yang yang berusaha mengaburkan ajaran Nabi.
Definisi secara bahasa Ahlussunnah wa al-Jama’ah atau Aswaja terbentuk dari tiga kata, yakni:
·         Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
·         Al-Sunnah, bermakna al-thariqah wa law ghaira mardhiyah berabti jalan atau cara walaupun tidak diridlai.
·         Al-Jama’ah, berasal dati kata ijtima’ (perkumpulan), yang merupakan lawan kata taffaruq (perceraian) dan furqah (perpecahan).
Sedangkan, definisi secara istilah Aswaja terdiri dari dua pengertian, yaitu Sunnah adalah suatu nama untuk cara yang diridlai dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasullulah atau selainnya dari kalangan orang yang mengerti tentang Islam, seperti para sahabat Nabi. Secara umum, Sunnah adalah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan baik ucapan, perilaku, serta ketetapan oleh Nabi. Dan Jama’ah adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat. Syaikh Abdullah al-Harari menegaskan pengertian al-Jama’ah merupakan aliran yang diikuti oleh mayoritas kaum muslimin(al-sawad al-a’zham).
      Dapat disimpulkan, dalam al-Khawakib al-Lamma’ah, Aswaja adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi dan jalan para sahabat dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlak hati.
      Islam adalah agama Allah yang diturunkan untuk seluruh manusia yang didalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Ada tiga sendi utama dalam ajaran agama Islam (HR. Muslim: 9):
a.       Islam. Implementasi dari 5 rukun Islam, yakni: Shahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji bila mampu. Islam akan menghadirkan bagian ilmu yaitu ilmu fiqh atau ilm hukum islam.
b.      Iman. Implementasi dari 6 rukun Iman, yakni: iman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab-kitab Allah, kepada Rasul, kepada hari kiamat, dan kepada qada dan qadar. Iman memunculkan ilmu kalam atau tauhid.
c.       Ihsan. Menyembah Allah seolah-olah meliha-Nya, jika tidak mampu maka sesungguhnya Allah melihatmu. Ihsan melahirkan bagian ilmu tasawuf atau akhlak.
Meskipun ketiga aspek tersebut terbagi dalam beberapa ilmu, ketiganya harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Misalnya orang yang sedang shalat, maka dia hanya menyembah Allah (iman), dengan syarat dan rukun shalat (islam), serta dengan khusyu’ dan penuh penghayatan (ihsan).
      Apabila ditanya cirri khas akidah Aswaja meyakini bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat. Maksudnya, seperti salah satu sifat Allah mukhalafatuhu lil-hawaditsi yang berarti Allah tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya. Sehingga mustahil Allah menyerupai makhluk yang memilki roh dan benda-benda padat (jamad). Ulama Aswaja menjelaskan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi atas dua bagian:
a.       Benda (‘ain), yang tebagi menjadi dua:
·         Al-jauhar al-fard, benda yang tidak dapat dibagi lagi karena telah mencapai batas terkecil.
·         Jism, benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian.
o   Lathif, sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, roh, angin, dan sebagainya.
o   Katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan, seperti tanah, manusia, benda padat (jamad) dan sebagainya.
b.      Sifat benda (‘aradh). Benda mempunyai sifat yang melekat padanya seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada ditempat dan arah, duduk, turun, naik, dan sebaginya.
Dari klasifikasi benda diatas, semakin meyakinkan Allah itu tidak mungkin serupa dengan makhluk-Nya. Arah dan tempat diciptakan oleh Allah, termasuk manusia yang diciptakan Allah. Dengan demikian berarti Allah itu ada sebelum arah dan tempat itu ada dan Allah tetap pada tanpa arah dan tempat. Oleh karena itu, Aswaja sepakat meyakini Allah itu ada tanpa arah dan tempat. Kelompok yang meyakini Allah ada di Arsy itu bukan Aswaja, akan tetapi kelompok Mujassimah dan Musyabbihah.
2.      Dasar Akidah Aswaja
Pokok keyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lainnya menurut Aswaja harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitif (qath’i) dari Al Quran, hadits, ijma’ ulama, dan argumentasi akal sehat.
Al Quran
Al Quran al Karim adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil. Allah memerintahkan dalam Al Quran aar kaun muslimin senantiasa mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan rasul.
Hadits
Hadits adalah dasar hukum yang kedua dalam enetapan akidah-akidah dalam Islam. Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati dapat dipercaya oleh para ulama. Hadits tersebut adalah hadits muttawatir ialah hadits yang telah mencapai peringakat tertinggi dalam keshahihannya. Dan hadits dibawahnya yaitu hadits masyhur, namun hadits dibawah peringkat hadits masyhur tidak dapat dijadikan argumnetasi dalam menetapkan sifat Allah. Hadits masyhur dapat dijadikan argument dalam menetapkan akidah karena dapat menghasilkan keyakinan sebagaimana halnya hadits muttawatir.
Ijma’ Ulama
Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan akidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat Allah yang qadim (tidak ada pemulanya) adalah ijma’ ulama yang qath’i.
Akal
Akal difungsikan sebagai sarana yang dapat membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam menetapkan akidah-akidah dalam agama. Meskipun begitu, hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh syara’.
Di kalangan kaum Muslim, yang berupaya mengkaji akidah-akidah Islam, ada tiga aliran yang berbeda dalam menyikapi seputar hubungan syara’ dengan akal.
Pertama,  aliran Mu’tazilah yang berpandangan bahwa akal didahulukan daripada syara’.
Kedua, aliran Hasyawiyah, Zhahiriyah, dan semacamnya yang hanya mengikuti dominasi syara’, dan tidak memberikan peran terhadap akal berkaitan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh syara’. Dalam ajaran Islam tidak akan tertib dan disiplin tanpa dibarengi dengan ijitihad.
Ketiga, aliran Aswaja yang mengambil sikap moderat (tawassuth) dan seimbang (tawazun). Semua kewajiban agama hanya dapat diketahui melalui informasi dari syara’ sedangkan terkait dengan keyakinan hanya dapat dicapai dengan penalaran akal. Gabungan dari keduanya dapat mengantar pada hakikat-hakikat yang dikandung oleh dalil-dalil syara’.
Ketika posisi akal bertentangan dengan naql maka kaedah yang harus diambil adalah mengingat bahwa akal adalah pokok dari naql dan bukti kebenaran naql. Oleh karena itu, mengabaikan akal ketika ketetapannya definitif, serta menolak tuntutan akal berakibat pada runtuhnya dasar naql itu sendiri. Ketika kita membatalkan otoritas akal yang menjadi bukti kebenaran naql, berarti kita membatalkan otoritas naql itu sendiri.
3.      Ilmu Kalam dan Filsafat
Alasan karena ilmu kalam dianggap negative oleh sebagian agamawan adalah karena ilmu kalam identik dengan ilmu filsafat Yunani yang berangkar dari ketidakfahaman terhadap hakikat ilmu kalam serta perbedaannya dengan ilmu filsafat. Perbedaan tersebut meliputi metodologi (manhaj), karakter penelitian, objek, dan tujuan.
a.       Metotologi
Menurut ulama tauhid akal adalah sarana yang dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajaran agama, bukan sebagai fondasi atau titik tolak bagi keyakinan dalam beragama.
b.      Objek (maudhu’)
Objek yang menjadi materi kajian ilmu tauhid atau kalam adalah meliputi akidah-akidah yang diterima dari syari’ah yang diangap sebagai sesuatu yang aksioma yang menjadi titik permulaan kajiannya. Berbeda dengan para filosof yang membuat perangka-perangka rasional untuk menelusuri dan mencari kebenaran dan tempat kebenaran itu berada.
c.       Tujuan
Seorang ahli ilmu kalam memiliki tujuan yang konkrit, yaitu bertujuan memperkokoh dan memperkuat akidah yang menjadi keyakinan dalam agama. Hal ini berbeda dengan seorang filosof yang memiliki tujuan yang masih belum jelas, yaitu mencari kebenaran seperti apapun bentuknya.

SYI’AH
1.      Pengertian dan Sejarah Kemunculan Syi’ah
Secara etimologi, kata as-Syi’ah berarti pengikut atau pendukung. Secara terminologi Syi’ah mengklaim sebagai para pendukung imam Ali bin Abi Thalib. Mereka berpendapat bahwa imamah merupakan hak Ali yang telah ditetapkan berdasarkan nash Al Quran maupun wasiat Nabi, baik eksplisit maupun implisit. Mereka meyakini bahwa imamah tidak akan jatuh ke tangan orang lain selain Ali. Permasalahan imamah bukanlah merupakan masalah kemaslahatan umat yang diperoleh dengan cara pemilihan umum tetapi merupakan permasalahan pokok dalam agama islam (rukn al-din).
Golongan Syi’ah terdiri dari 22 sekte, sebagian mengkafirkan bagian lainya dan sekte yang terkenal ada 4 yakni Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan Ghulat.
a.      Itsna Asy’ariyah (Syiah 12 atau Syi’ah Imamiyah atau Rafidhah)
Yaitu Syi’ah yang menganut 12 imam diantaraya Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husen bin Ali, Zainal bin Abidin, Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shidiq, Musa Al-Kahzim, Ali Ar-Rida, Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari, dan Al Mahdi.
Ajaran-ajaran Syiah Itsna Asy’ariyah
·   Tauhid. Tuhan itu Esa, keesaan Tuhan itu mutlak, dan Tuhan adalah qodim.
·   Keadilan. Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta yang merupakan keadilan. Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara yang benar atau salah melalui perasaan
·   Nubuwwah. Rasul merupakan petunjuk hakiki yang diutus untuk memberikan acuhan dalam membedakan yang baik dan buruk. Dalam keyakinan Syi’ah Itsna Asy’ariyah, Tuhan telah mengutus 124.000 rasul.
·   Al-Ma’ad. Al-Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat.
·   Imamah. Imamah adalah institusi yang diimagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai rasul terakhir.
Dalam sisi yang bersifat mahdah, Syi’ah 12 berpijak pada 8 cabang agama (furu ad-din) yaitu shalat, puasa, zakat, khumus atau pajak sebesar 1/5 dari penghasilan, jihad, amar ma’ruf dan  nahi munkar, serta haji.
b.      Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah 7)
Syiah Sab’iyah hanya mengakui 7 imam, yaitu Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husen, Zaenal Abidin, Al-Baqir, Ja’far Ash Shidiq, Ismail bin Jafar. Aliran ini dipelopori oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Para pengikut Syi’ah Sab’iyah percaya bahwa Islam dibangun oleh 7 pilar yaitu iman, thaharah, shalat, shaum, haji,dan jihad. Dalam pandanganya imam  hanya dapat diterima sesuai dengan keyakinan mereka yakni melalui walayah atau kesetiaan kepada imam zaman.
Ada satu sekte dalam Sab’iyah yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri imam karena itu imam harus disembah. Alquran memiliki makna batin yang diperuntukkan untuk para imam dan makna lahir yang diperuntukkan untuk orang awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Aliran ini memiliki prinsip ta’wil dan meniadakan sifat dari zat Allah.
c.       Syi’ah Ghulat
Syi’ah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sifat berlebihan atau ekstrim yang berkaitan dengan pendapatnya yang janggal yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan dianggap rasul setelah Nabi. Sekte-sekte yang terkenal antara lain:
·   Sabahiyah
·   Kamali
-  Albaiyah, Mughriyah, Mansuruyah, Khattabiyah, Khaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah.
·   Yunusiyah
·   Nasisiyah wa Isafiyyah
d.      Syi’ah Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah adalah aliran yang mengikuti Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib sebagai imam kelima. Zaid memiliki pendirian bahwa:
-  Pimpinan negara harus ditangan Fatimah.
-  Dalam dua negara boleh terdapat 2 imam yang memiliki persyaratan dan masing-masing wajib ditaati.
-  Boleh mengangkat imam yang baik meskipun ada yang lebih baik.
-  Tidak mempercayai tahayyul yang melekat pada diri imam sehingga mendekatkan pada sifat ketuhanan.
Syi’ah Zaidiyah adalah madzhab Syi’ah yang paling moderat dan paling dekat dengan madzhab  ahlussunnah. Hal ini mungkin karena Zaid pernah berguru Washil bin Atha’. Syi’ah Zaidiyah berpendapat seorang imam setidaknya harus memiliki ciri sebagai berikut, merupakan keturunan ahli ba’it melalui garis Hasan dan Husain, memiliki kemampuan mengangkat senjata, dan memiliki kelebihan intelektualisme.
Syi’ah Zaidiyah berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah syah karena tidak merampas kekuasaan dari tangan Ali. Mereka juga menolak nikah mut’ah dan doktrin taqiyah yang masih dipraktekan kaum Syi’ah lainya. Namun dalam bidang ibadah Zaidiyah tetap cenderung menunjukkan simbol dan amalan Syi’ah pada umumnya. Misalnya dalam cara adzan, takbir lima kali dalam shalat jenazah, menolak syahnya mengusap kaos kaki, menolak imam shalat yang tidak soleh, dan menolak binatang sembelihan non muslim.
2.      Akidah dan Ajaran Syi’ah
a.       Keyakinan Syi’ah tentang Imam Mereka
Mereka sepakat bahwa para nabi dan imam Syi’ah adalah ma’shum selain itu tawali dan tabari adalah wajib.
b.      Kitab-kitab Suci Syi’ah
Al-Jamiah yang bermula dari Rasulullah mendektikan Shahifah yang digantungnya di bahu pedang pada imam Ali, tatkala Rasulullah meninggal dunia imam Ali memeliharanya dengan baik, shahifah Rasulullah kemudian dikenal dengan nama Shuhufat Ali. Rasulullah kemudian mendektikan keterangan  lain yang disalin kedalam lembaran yang lebih besar yang dikenal dengan Al-Jamiah.
Selain Al-Jamiah dan Shahifah dzuabah as-saif, kalangan Syi’ah mempercayai adanya Shahifah an-namus (berisi nama para pengikut dan musuh hingga hari kiamat), Ahahifah al-abithah (berisi 60 kabilah Arab yang halal darahnya), Al jafr al-abyadh (berisi zabur, taurat, injil, shuhuf Ibharim, halal dan haram, al-Jafr al-Ahmar), serta Mushaf Fatimah. Hal ini jelas diklaim oleh Ahlussunnah yang menjelaskannya dalam riwayat HR. Bukhari.
c.       Empat Kitab Hadits Syi’ah
Jika dalam Aswaja dikenal al-Kutub al-Sittah sebagai kitab-kitab hadits induk, dan al-Bukhari sebagai kitab hadits terbaiknya, maka dalam Syi’ah terdapat al-Kutub al-Arba’ah sebagai acua utama mereka setelah Al Quran, sebagai berikut:
Al-Kafi
Al-Kafi disusun oleh al-Kulaini sebagai kitab hadits pertama Syi’ah yang ada. Kitab ini memuat tentang hadits Fikih, akidah, sejarah para ma’shumin, dan empat belas orang suci, yakni Nabi Muhammad, Sayyidah Fatimah, dan 12 imam.
Man La Yahdhuruhul Faqih
Penyusun kitab ini adalah Abu Ja’far Muhammad ibnu Ali ibnu Husain dengan julukan Syaikh as-Shaduq (maha guru yang jujur). Kitab ini adalah hadits ahkam atau hadits mengenai hukum yang tertampung 5.963 hadits, dengan 2.050 hadits mursal, hadits yang terputus periwayatannya dan sisanya hadits musnad, bersambung periwatannya.
Tahdzib al-Ahkam dan al-Istibshar
Kedua kitab ini disusun oleh Abu Ja’far Muhammad ibnu Hasan al-Thusi (385-469 H). Kitab ini memuat tentang hadits ahkam, analisis fiqhi dan visi argumentasi, serta isyarat tentang kaidah ushul fiqh dan rijal. Tahdzib al-Ahkam terdapat 13.590 hadits, sedangkan al-Istibshar terdapat 5.511 hadits.

KHAWARIJ
1.      Pengertian Khawarij dan Sejarah Kemunculan Khawarij
Secara bahasa, Khawarij adalah bentuk plural dari kata kharijah, artinya kelompok yang menyempal. Mereka adalah kaum pembuat bid’ah. Disebut demikian karena mereka keluar dari agama, dan keluar dari barisan kaum muslimin, khususnya dari kepatuhan Ali r.a. Sedangkan secara istilah , yang dimaksud dengan kelompok khawarij dalam sejarah islam adalah orang-orang yang menyatakan keluar dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib setelah terjadinya peristiwa tahkim.
Kelompok Khawarij juga disebut dengan kelompok Haruriyah, Nawashib, dan Syurrah. Nama Haruriyah dinisbahkan kepada desa Harura, Kufah, Irak, yang menjadi tampat menetapnya kelompok Khawarij ketika keluar dari baridan Ali. Sedangkan Nawshib adalah bentuk jamak dari kata nashibi yang berarti orang yang berlebih-lebihan dalam membenci Ali. Kata Syurrah adalah bentuk jama dari kata syaarr yang berarti orang yang menjual.
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin merasa perlu untuk memikirkan penggantinya. Dalam pertemuan di majelis Bani Saidah, segolongan kaum muslimin menyatakan bahwa khalifah itu harus dari golongan Anshor, sedangkan golongan lain berpendapat khalifah harus berasal dari Muhajirin. Ali bin Abi Thalib tidak hadir dalam pertemuan itu, sebab beliau beserta keluarganya tengah sibuk mempersiapkan pemakaman Rasululah SAW. Oleh karena itu Abu Bakar dilantik ada beberapa sahabat yang kurang setuju, sehingga muncul pendapat yang ketiga, yaitu khalifah harus dari keluarga Nabi. Keluarga Nabi yang pantas adalah Ali bin Abi Thalib. Sebab dialah yang pertama masuk islam dan istri dari Fatimah Azahra.
Pada akhir masa pemerintahan Utsman muncul  golongan yang bergerak dibawah tanah yang menuntut agar Utsman turun dari khalifah dan diserahkan kepada yang lain. Dalam gerakan ini terdapat pendukung Ali ra. Ketika Utman terbunuh maka mayoritas umat islam melantik Ali, akan tetatpi pengangkatan Ali mendapat perlawanan dari sahabat Thalhah, Zubair dan Muawiyyah. Mereka menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman..
Dalam situasi gawat ini ,ada sebagian sahabat yang tidak mau membai’at, Thalhah dan Zubair terbunuh dalam perang jamal, sedangkan Muawiyyah sulit dipatahkan karena memiliki tentara yang kuat. Antara Ali dan Muawiyyah pernah terjadi perang Shiiffin. Ketika Muawiyyah merasa bahwa kekalahan akan menimpa dirinya, maka ia memerintahkan tentaranya untuk mengangkat Al Quran dengan tombak sebagai tanda minta damai dan Al Quran sebagai pedomannya. Dan sebagian besar pasukan Ali, khususnya  para qurra’ meninggalkan peperangan tersebut. Mereka berargumentasi dengan firman Allah,
“tidaklah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu alkitab (taurat),mereka diseru kepada kitab allah supaya kitab itu menetapkan hukum diantara mereka.”
2.      Akidah dan Ajaran Khawarij
Doktrin politik
a)      Khalufah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
b)      Khalifah tidak harus dari keturunan Arab
c)      Khalifah dipilih secara permanen selama bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam
d)      Khalifah sebelum Ali adalah sah, akan tetapi setelah tahun ke-7 dari kekhalifahanya, Utsman telah dianggap menyeleweng
e)      Khalifah Ali adalah sah, akan tetapi setelah terjadi arbritase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
f)       Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa al Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan juga telah menjadi kafir
g)      Pasukan perang jamal yang menyerang Ali juga kafir
Doktrin teologi
a)      Seseorang yang berdosa besar tidak lagi diaggap muslim sehingga harus dibunuh
b)      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka
c)      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
d)      Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga dan orang yang jahat harus masuk neraka).
e)      Menerima Al Quran sebagai salah satu sumber diantara sumber hukum islam yang lain.
Doktrin sosial
a)      Amar ma’ruf nahi munkar
b)      Memalingkan ayat Al Quran yang tampak mutasabihah
c)      Al Quran adalah mahluk
d)      Manusia bebas memutuskan perbuatanya bukan dari Tuhan
Keistimewaan aliran ini diantaranya adalah tekun dan taat beribadah serta ikhlas berperang untuk membela akidahnya.
MU’TAZILAH
1.      Pengertian dan Sejarah Munculnya Mu’tazilah
Secara bahasa, Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala, yaitu memisahkan diri. Dengan demikian, Mu’tazilah adalah kelompok yang memisahkan diri (i’tazala) dari orang lain. Istilah ini diambil berdasarkan sejarah awal kemunculan kelompok ini, yakni sejak pemisahan diri tokoh Mu’tazilah bernama Washil bin Atha’, dari majelis Hasan al-Bashri. Mayoritas ulama menyatakan, pimpinan Mu’tazilah adalah Washil bin Atha’. Konon, ia banyak menhadiri forum kajian yang dipimpin oleh hasan al-bashri. Suatu ketika, terjadi diskusi dan perdebatan mengenai status orang yang melakukan dosa besar, suatu masalah yang ramai dibicarakan kala itu. Washil bin Atha’ memiliki pendapat berbeda dengan Hasan al-Bashri. Ia mengatakan bahwa orang yang memiliki dosa besar berada di suatu kedudukan diantara dua kedudukan (manzilah baina al-manzilatain). Setelah itu Washil memisahkan diri dari majelis Hasan al-Bahsri dan membuat majelis lain di masjid.
Ahmad Amin dalam Fajr al-Islam menyebutkan bahwa ada kesamaan keyakinan antara kelompok Yahudi dengan Mu’tazilah. “Mu’tazilah Yahudi” menafsirkan Taurat berdasarkan logika filsafat, sedangkan “Mu’tazilah Islam” juga menakwili ayat Al Quran berdasarkan logika filsafat. Kelompok ini biasa disebut dengan Ashab al-Adl wa al-Tauhid (penyokong keadilan dan monoteisme), sering pula dijuluki kelompok Qadariyah dan ‘Adliyyah.
Ada pula yang menyatakan bahwa Mu’tazilah muncul sejak era dinasti Umayyah yang berkembang lebih pesat pada era dinasti Abbasiyah. Sebgaian berpendapat hal itu muncul di beberapa kalangan yang awalnya berpihak pada Ali, yang memisahkan diri dari urusan politik, kemudian berubah menjadi keyakinan akidah. Hal itu terjadi saat al-Hasan putra Ali mundur dari urusan khilafah dan diserahkan sepenuhnya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
2.      Akidah dan Ajaran Mu’tazilah
Mu’tazilah meyakini Lima Dasar Utama (al-ushul al-khamsah) sebagai prinsip ajaran mereka juga sekaligus sebagai Rukun Iman bagi mereka. Lima Dasar Utama tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Prinsip Tauhid (Keesaan Allah)
Mereka tidak mempercayai adanya sifat-sifat Allah. Sebab, dengan menetapkan sifat-sifat Allah yang juga bersifat qadim, seorang dianggap telah berbuat syirik (menyekutukan Allah). Dengan mengaggap dzat Allah memiliki sifat-sifat yang bersifat qadim, seseorang dianggap telah menyamakan antara dzat Allah dengan sifat-sifatnya, sehingga akan ada tuhan-tuhan lain selain Allah. Hal semacam ini, menurut mereka, termasuk perbuatan syirik.
b.      Prinsip ‘Adl
Dalam pandangan Mu’tazilah, seperti dijelaskan al-Mas’udi, Allah tidak menyukai kerusakan, tidak menciptakan perbuatan hamba (af al al-‘ibad), namun mereka melakukan apa yang mereka perintahkan dan meninggalkan apa yang mereka larang sendiri,berdasarkan qudrah (kehendak) yang diberikan Allah pada mereka. Dalam hal ini mereka meng-counter Jabariyah yang berpendapat bahawa seorang hamba dalam perbuatannya, tidak memiliki pilihan sama sekali.
c.       Prinsip al-Wa’d wa al-Wa’id (janji dan ancaman)
        Mu’tazilah berkeyakinan bahwa janji dan ancaman akan datang. Janji Allah untuk memberikan pahala pasti terjadi, demikian pula sebaliknya, ancaman Allah untuk memberikan siksa juga bakal terjadi. Sebagaimana janji Allah untuk menerima taubat nashuha juga akan terjadi. Orang yang berbuat dosa besar tidak akan diampuni, kecuali dengan bertaubat, sebagaimana orang yang berbuat kebaikan bakal mendapatkan pahala.
d.      Prinsip al-Manzilah baina al-Manzilatain (tempat di antara dua tempat)
        Al-Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal mengutip pendapat Washil bin Atha bahwa iman itu ibarat poin-poin kebaikan. Jika poin-poin itu terkumpul, maka seseorang dinamakan sebagai mukmin, dan itu adalah predikat terpuji. Sedangkan orang fasik tidak mengumpulkan poin-poin kebaikan, juga tidak mendapatkan predikat terpuji. Oleh karena itu, ia tidak disebut sebagai mukmin, namun juga tidak kafir karena syahadat dan kebaikan-kebaikan lain telah ia penuhi. Tapi jika ia keluar dari dunia dengan membawa dosa besar tanpa bertaubat, maka ia termasuk ahli neraka selama-lamanya. Karena di akhirat itu hanya ada dua kelompok, satu di surga, satu di neraka. Namun orang itu siksanya di neraka dikurangi.”
        Meskipun Mu’tazilah menyakini bahawa orang yang bermaksiat berada “di tempat di antara dua tempat”, namun tidak mengapa disebut sebagai muslim. Namun tersebut, menurut mereka, untuk membedakannya dengan orang-orang kafir dzimmi, bukan untuk memuji atau memuliakannya.
e.       Prinsip  Amar Makruf Nahi Munkar
        Prinsip ini berfungsi untuk menyebarkan Islam dan memberikan pencerahan bagi orang-orang yang tersesat, juga untuk menangkal serangan orang-orang yang berusaha mencampuradukan (tablis) antara yang benar dengan yang salah.78
        Iman Ibnu Abil ‘Izz berkata, “Terkait amar makruf nahi munkar, mereka (kaum Mu’tazilah) berkata, “Kita wajib menyuruh orang selain kita untuk melakukan hal yang telah diperintahkan kepada kita dan mewajibkan mereka dengan apa yang wajib kita kerjakan. Di antara kandungannya adalah boleh memberontak dengan senjata melawan penguasa yang zalim.79  
Selain Lima Dasar Utama Mu’tazilah, adapun ajaran lain dalam akidah Mu’tazilah yang mencirikan golongan ini, yaitu mengandalkan akal secara penuh. Bagi Mu’tazilah, kedudukan akal ini diatas Al Quran dan hadits. Oleh karena itu dalam tafsirnya, mereka mencoba mentafsirkan Al Quran dengan akal dan memutar ayat suci itu sesuai dengan akalnya. Diantara contohnya, mereka menolak adanya Mi’raj, karena bagi mereka sangat bertentangan dengan akal, walaupun telah ditetapkan dalam nash. Begitu pula mereka menolak adanya adzab kubur, bangkit dari kubur. Alasannya, mustahil bagi orang yang sudah mati, terbaring dalam tanah yang sempit, dibangunkan dan disuruh duduk.
3.      Sekte-sekte Mu’tazilah
Al- Syahrastani dalam al-Milal wan Nihal menyebutkan bahwa Mu’tazilah memiliki dua belas sekte, yaitu:
Al- Washiliyah
§  Pengikut Abu Hudzaifah Washil bin Atha’ al-Ghazzal al-Altsag (80-131 H)
§  Empat dasar ajarannya: (1) meniadakan sifat-sifat Allah, (2) meniadakan taqdir Allah (sependapat dengan Ma’bad al-Juhaini dan Ghilan ad-Dimasyqi), (3) paham Manzilah baina Manzilatain, (4) salah satu kelompok dalam Perang Jamal dan Shiffin salah, demikian pula orang yang membunuh dan menghina Itsman bin Affan.
Al- Hudzailiyyah
§  Pengikut Abu Hudzail Hamdan bin Al Hudzail Al- ‘Allaf (135-226 H) yang mengambil pemikiran Mu’tazilah dari Utsman bin Khattab bin Thawil (murid Washil).
§  Diantara pandangannya: manusia di dunia bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan Allah sedikitpun (Qadariyul ‘Ula), namun di akhirat, perbuatan mereka diciptakan Allah (Jabbariyul Akhirah), proses orang yang kekal di dalam neraka terputus dan tidak menerima perubahan (pendapat ini mirip dengan Jaham bin Shafwan yang menurutnya surga dan neraka akan fana’ juga).
An- Nazhzhmiyah
§  Pendirinya adalah Ibrahim bin Yasar bin Hani An-Nazhzham, seorang tokoh Mu’tazilah yang banyak mengkaji filsafat.
§  Diantara pendapatnya: Allah tidak mampu menciptakan keburukan dan kemaksiatan, seluruh perbuatan hamba itu gerak dan diam termasuk gerak hati, ijma’, dan qiyas bukanlah hujjah, hujjah itu hanya imam yang ma’shum dan mereka cenderung kepada Rafidhah.
Al- Khabithiyah dan al- Haditsiyah
§  Pendirinya adalah Ahmad bin Khabit (w. 232 H) dan Fadhl al Haditsi (w. 257 H), keduanya murid al- Nazhzham.
§  Diantara ajarannya: menetapkan sifat ketuhanan al- Masih bin Maryam, manusia yang berbuat dosa nantinya akan dihidupkan kembali dalam wujud binatang atau manusia yang sesuai dengan kadar kejahatan dan kebaikannya, menakwilkan seluruh hadits shahih tentang melihat Allah dan berpegang kepada hadits palsu tentang akal; “Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah akal.”
Al- Bisyariyyah
§  Pendirinya adalah Bisyar bin Mu’tamar.
§  Di antara ajarannya: siapa yang bertaubat dari dosa besar kemudian mengerjakannya lagi, ia akan disiksa karena perbuatannya yang pertama, karena yang menjadi syarat taubat yang diterima adalah tidak mengulang kembali.
Al- Mu’ammariyah
§  Pendirinya adalah Mua’ammar bin ‘Ibad al-Sulaimi (220 H).
§  Diantara ajarannya: yang dimiliki manusia hanya keinginan saja, adapun perbuatan taklifiyah seperti makan, bergerak, ibadah dan seterusnya tak lain adalah wujud dari keinginannya. Allah mustahil mengetahui diri-Nya karena apabila hal itu terjadi berarti antara ‘alim (yang mengetahui) dengan yang ma’lum (yang diketahui) tidak satu.
Al- Mardariyyah
§  Pendirinya adalah Isa bin Shabih (226 H), dijuluki dengan Abu Musa atau Mardar 9ia murid Bisyr bin Mu’tamar). Dikenal dengan hidup zuhudnya sehingga digelari “Pendeta Mu’tazilah.”
§  Diantara ajarannya: Al Quran adalah makhluk, karena itu manusia bisa saja membuat buku yang semisal dengan Al Quran, baik segi balaghah, fashahah, maupun nazham-nya.
As- Tsumamiyyah
§  Pendirinya adalah Tsumamah bin Asyras al-Namiri (213 H), merupakan pimpinan Mu’tazilah di zaman al- Ma’mun, al- Mu’tashim, dan al- Watsiq.
§  Pendapatnya merupakan sinkretisme ajaran agama dan filsafat.
Al- Hisyamiyyah
§  Pendirinya adalah pengikut Hsyam bin ‘Amr al- Fuwathi (226 H).
§  Tokoh ini pandangannya lebih ekstrim dari rekan-rekannya yang semadzhab tentang taqdir, yaitu menlak penyandaran suatu perbuatan kepada Allah dan saat ini sura belum diciptakan karena tidak ada gunanya. Dalam ranah politik, ia menolah imamah yang diangkat pada masa fitnah.
Al- Jahizhiyyah
§  Pendirinya adalah ‘Amr bin Bahr Abi Utsman al- Jajizh, hidup pada masa peerintahan al- Mu’tashim dan al- Mutawakkil.
§  Sala satu ajarannya: diantara penduduk neraka ada yang tidak kekal, namun sifatnya berubah menjadi sifat api dan Al Quran mempunyai jasad, suatu saat bisa berwujud laki-laki dan suatu saat bisa berwujud binatang.
Al- Khayyathiyyah dan al- Ka’ biyyah
§  Pendirinya adalah Abu Husain bin Abi ‘Amr al- Khayyath (300 H), guru Abu Qasim bin Muhammad al- Ka’bi.
§  Diantara ajarannya: kehendak Allah (iradah) bukanlah sifat yang terdapat pada dzat Allah, iradah bukan sifat dzat-Nya. Yang dimaksud Allah maha berkehendak adalah Allah maha mengetahui, maha kuasa atas perbuatan-Nya dan tidak ada yang mempengaruhi-Nya. Maka apabila dikatakan bahwa Allah maha berkehendak dalam perbuatan-Nya itu berarti Allah menciptakan sesuatu sesuai dengan ilmu-Nya, apabila dikatakan bahwa Allah menghendaki atas perbuatan makhluk-Nya, itu berarti Allah yang memerintahkan dan Allah senang terhadap perbuatan manusia.
Al- Jubaiyyah dan al- Bahsyaniyah
·         Pendirinya adalah Abu Muhammad bin Abdul Wahab al- Jubbai (w.295 H), dan Abu hasyim Abdus Salam (w. 321 H).
·         Keduanya mengakui Allah maha berkata-kata dan kalam Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf. Karena itu hakikat kalam menurut mereka berdua terdiri dari suara yang terputus-putus dan terdiri dari huruf. Pendapat lainnya mereka sepakat dengan Ahlussunnah bahwa imam itu dipilih, urutan Khulafaur Rasyidin menunjukkan keutamaan mereka. Mereka pun ekstrimdalam ke-ma’shum-an Nabi, baik dari dosa kecil maupun besar sampai niat berbuat dosa sekalipun. Disamping itu mereka pun mengingkari karamah para wali (bai di masa sahabat ataupun sesudahnya).
WAHABI
1.      Pengertian dan Sejarah Kemunculan Wahabi
Golongan Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, sebuah gerakan separatis yang muncul pada masa pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222 H). Gerakan ini berkedok memurnikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan. Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya menganggap bahwa selama 600 tahun umat manusia dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai mujaddid yang memperbarui agama mereka. Gerakan Wahabi muncul melawan kemampuan umat Islam dalam masalah akidah dan syariah, karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah. Sebagian kalangan tidak menyukai istilah “wahabi”, dan lebih menyukai istilah “salafi” salah satu alasannya, penamaan dakwah yang di emban oleh Muhammad dengan nama Wahhabiyah yang di nisbatkan kepadanya adalah penisbatan yang keliru dari sisi bahasa, karena ayahnya tidak menyebarkan dakwah ini.
Mengklaim terhadap sebuah mazhab yang baru dengan nama salafiyah atau salafi, merupakan bentuk fanatisme (ta’ashshub), serta tidak masuk dalam kategori ittiba’ (mengikuti) seperti yang di harapkan. Dengan ujaran lain , ittiba’ salaf merupakan inti dari agama, dan dasar-dasar yang telah di tetapkan oleh sunnah Rasulullah. Sedangkan pengklaiman terhadap mazhab salafi merupakan bentuk bid’ah yang tidak diridhoi oleh Allah, juga bentuk pengkhayalan (penyelewengan) terhadap sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam sejarah (tarikh). Dari kurun waktu pertama yang di berkahi dalam agama Islam, tidak ada mazhab dalam klompok umat islam yang di beri nama dengan “ mazhab salafi” atau “mazhab salaf”.
Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at Tamimi pertama kali menyebar ajarannya di daerah Huraimalan. Banyak yang menentang ajarannya termasuk ayah dan gurunya sehingga berdakwah dengan sembunyi. Namun setlah ayahnya meninggal dia berani lantang menyebarkan ajarannya. Ia mengkafirkan umat Islam ziarah kubur, mereka hanya bertawasul, dan membalikkan ayat yangsebetulnya turun sebagai peringatan untuk kaum kafir ia menggunakan ayat ini untuk mengkafirkan umat Islam.
2.      Aliran Wahabi dan Penyimpangannya
Pengikut wahabi sering menyebut diri mereka dengan nama al- Muwahhidin (kaum yang tauhidnya bersih). Selain itu, kelompok Wahabi pda era belakang sering menyebut diri sebagai salafi. Wahhab adalah orang biasa yang tidak menonjol dan tidak diakui ketokohan serta keulamaannya oleh para ulama yang sezaman dengannya. Oleh karena piranti keilmuan yang dimilikinnya tidak memadai, maka hasil ijtihadnya, baik dalam bidang fiqih, maupun dalam bidang akidah, banyak yang menyimpang dari Al Quran, Sunnah dan ijma’ kaum muslimin. Akibatnya, ia seringkali melakukan protes terhadap umat islam sekitarnya, yang jelas berbeda dengan dirinya.
Selanjutnya, untuk menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung platform dakwah yang sangat terpuji yang mengklaim mengikuti Al Quran dan al-Sunnah, berijtihad sendiri , memerangi syirik, penyembahan berhala, membersihkan islam dari bid’ah dan khurafat. Namun mereka salah kaprah dalam penerapannya, bahkan dapat di bilang, dalam banyak hal mereka telah keluar dari islam itu sendiri.
Kemudian, karena keyakinannya yang menyimpang itu, kakaknya sendiri yang bernama sulaiman bin abdul wahhab juga mengkritik dengan pedas melalui kedua bukunya, yaitu 1.Al-sawa’iq al-ilahiyyah fi al-radd’ala al-wahhabiyah, dan 2.Fasl al-khithab fi al-radd’ala Muhammad bin abdil wahhab. Kedua bukunya itu di rasa penting di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran islam dan akidah umat secara umum, terutama madzhab ahmad bin hanbal, sebagai madzhab ahlussunnah wal-jamaah yang banyak di ikuti oleh penduduk najed, Saudi Arabia.
Banyak kitab yang di tulis oleh para ulama ternama ahlussunnah wal-jamaah yang menjelaskan kesesatan ajaran kelompok ini, seperti syaikh ahmad bin zaini dahlan, al-habib ‘alawi bin ahmad bin hasan al-haddad dan lain-lain.
Ajaran wahabi masuk ke Indonesia melalui kaum paderi di minangkabau, kemudian di kembangkan oleh 3 orang tokohnya, yaitu H sumanik dari luhak tanah datar, H piabong dari luhak 50 kota, H miskin dari luhak agam. Salah satu latar belakang kelahiran jami’iyah nahdlatul ulama tidak lepas dari adanya reaksi terhadap situasi umat islam ketika itu.
Muhammad bin abdul wahhab telah membuat ajaran baru yang di ajarkan kepada pengikutnya. Dasar ajarannya ini adalah menyerupakan allah dengan makhluk –Nya, karena duduk adalah salah satu sifat manusia. Dengan ajarannya ini, Muhammad bin abdul wahhab telah menyalahi firman allah :
Dia (allah) tidak menyerupai segala sesuatu dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. asy-Syura: 11)
Para ulama salaf bersepakat bahwa barang siapa yang menyifati allah dengan salah satu sifat di antara sifat-sifat manusia maka ia telah kafir. Sebagaimana hal ini di tulis oleh imam al muhaddits as-salafi ath-thahawi (227-321 H) dalam kitab aqidahnya yang terkenal dengan nama (akidah thahawiyah), teks pernyataan adalah :
Barangsiapa mensifati allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir”.
Di antara keyakinan golongan wahabiyah ini adalah mengkafirkan orang yang berkata: “Yaa Muhammad…”, mengkafirkan orang yang berziarah ke makam para nabi dan para wali untuk bertabarruk (mencari barakah ), mengkafirkan orang yang yang mengusap makam para nabi untuk bertabarruk, dan mengkafirkan orang yang mengalungkan hirz(tulisan ayat-ayat al-qur’an atau lafazh-lafazh dzikir yang di bungkus dengan rapat lalu di kalungkan di leher ) yang di dalamnya hanya tertulis al-qur’an dan semacamnya dan tidak ada sama sekali lafazh yang tidak jelas yang di haramkan.
3.      Wahabisasi dan Kelompok-kelompok di Indonesia
      Seperti telah di jelaskan sebelumnya , wahabi juga di kenal dengan istilah salafi, sebab pengakuan mereka yang berdakwah di atas manhaj salaf shalih. Madrasah salafiyah sendiri terdapat di berbagai Negara muslim , di antara lain di arab Saudi, yaman, yordania , Syria, Negara-negara jazirah arab , mesir , Pakistan , india , asia tengah dan lainnya. Tiga madrasah yang sangat dominan saat ini ialah salafiyah di arab Saudi, salafiyah di yaman , dan salafiyah di yordania-syria (syam).
      Paham salafiyah yang masuk ke Indonesia bermacam-macam warna. Warna yang paling asli adalah dakwah Muhammad bin abdul wahhab yang di bawa oleh ulama-ulama di sumatera barat pada awal abad ke 19 .inilah salafiyah pertama di Indonesia, di kenal sebagai kaum padri, di zaman klonial berperang melawan kaum adat dan belanda .
      Di era modern , salafiyah masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur, antara lain malalui buku-buku , media , proses pendidikan, kerjasama kelembagaan, dan jalur gerakan dakwah salafiyah .
      Di Indonesia , dakwah salafiyah tidak hanya satu ragam, namun amat berbagai-bagai. Secara garis besar setidaknya ada dua gerakan , yakni salafi yamani dan salafi haraki . istilah salafi yamani di tujukan untuk menyebut para dai salafi alumni madrasah salafiyah muqbil bin hadi al-wad’i (meninggal 2002), yang terletak di kota sa’dah, desa dammaz, yaman, beserta pihak-pihak lain dari kalangan dai atau penuntut ilmu , yang sepakat dengan metode dakwah muqbil bin hadi.
      Salafi yamani sangat menolak metode pergerakan , sebab hal itu di anggap sebagai bid’ah dan merupakan praktik fanatisme (hizbiyyah) . namun rupannya mereka tidak konsisten terhadap prinsipnya. Buktinya adalah keberadaan forum komunikasi ahlussunnah wal-jamaah (FKAWJ), kemudian melahirkan laskar jihad , yang di dirikan oleh tokoh salafi yamani , ja’far umar thalib, forum ini tidak jauh berbeda dengan kelompok hizbiyyah yang semula sangat mereka musuhi.
      Selain istilah salafi yamani dan haraki, ada istilah-istilah lain seperti salafi sururi, salafi jihadi , salafi wahdah islamiyah , salafi turatsi, salafi ghuraba , salafi ikhwani ,salafi hadadi , salafi turaby, dan sebagainya. Ternyata nama-nama tersebut tidak hanya sekedar istilah , namun saling mengklaim kebenaran dan mengkampayekan permusuhan.
      Muhammad umar as seweed ( menjadi pemimpin salafi yamani pasca ja’far umar ) mengatakan bahwa ja’far umar thalib itu ahli bid’ah dan khawarij. Bahkan kelompok as-seweed menyusun buku dengan judul “pedang tertuju di leher ja’far umar thalib”, yang artinya ja’far umar thalib halal di bunuh .










BAGAN 1. SEKTE-SEKTE SYI’AH
Akar Perpecahan. Imam pertama Ali, kemudian Hasan, Husain. Namun mereka berbeda pendapat mengenai pengganti Imam Husain, menjadi dua kelompok: 1. Imamah beralih kepada Ali, putra Husain, 2. imamah beralih kepada Muhammad bin Hanafiyah, putra Ali bin Abi Thalib. Maka muncullah sekte-sekte dalam Syi'ah.
Kaisiniyah
(nama bekas budak Imam Ali, Kaisan)
Mempercayai kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah.
Zaidiyah
Zaid bin Ali bin Husain bin Ali.
Merupakan sekte Syi’ah moderat, karena mengakui keabsahan Abu Bakar, Umar dan meyakini bahwa imamah tidak harus dengan nash, tapi dengan pemilikan.
Ghullat
Kelompok ekstrem yang berlebih-lebihan dalam memuji Ali.
Imamiyah
Percaya bahwa Nabi telah menunjuk Ali sebagai imam pengganti dengan tegas dan jelas.
Tidak mengakui kepemimpinan khalifah sebelum Ali
Meyakini Imam pertama adalah Ali dan keturunannya.
Karbiyah: mempercayai muhammad bi Hanafiyah tidak mati, namun hanya gaib dan akan kembali di akhir zaman sebagai Imam Mahdi
Hasyimiyah: mempercayai Muhammad bin Hanafiyah telah meningal, namun jabatan imamah beralih kepada anaknya, Abu Hasyim
Jarudiyah: menganggap Nabi telah menentukan ali sebagai imam, tapi melalui isyarat (menyinggung) atau al-washf (menyebut keunggulannya dibidang yang lain)
Sulaimaniyah: menganggap pemimpin dipilih dengan sistem musyawarah dan tidak harus terbaik Badriyah atau Shalihiyah: berpandangan sama dengan Sulaimaniyah, tapi dalam masalah Utsman, mereka berdiam diri atau tawaqquf
As- Sabaiyah: Ali jelmaan Tuhan bahkan Tuhan itu sendiri, Ali masih hidup dan diangkat dilangit
Al- Ghuraiyah: Ali manusia biasa, tetapi dialah yang seharusnya menjadi utusan Allah, bukan Muhammad
Isma’iliyah: jabatan imamah tersebut pindak kepada anak Ja’far ash-Shidiq yang bernama Isma’il
Itsna Asyariyah: meyakini jabatn imamah pindah kepada anak Ja’far yang bernama Musa al- Kazhim
Telah lama punah
Berkembang sampai saat ini di Yman (bagian utara), Sawahil, Tabaristan, dan Najran (selatan Saudi Arabia)
Telah punah
Merupakan sekte berbesar Syi’ah saat ini, berkembang di iran dan diikuti kalangan di Indonesia
BAGAN 2. SEKTE-SEKTE KHAWARIJ
Akar Perpecahan. Semua kalangan Khawarij sepakat bahwa meraka harus keluar (kharaja-kharij) dari kepemimpinana yang sebenarnya diakui oleh mayoritas kaum muslim. Namun mereka berpendapat mengenai hukum orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. Diantara mereka ada yang berpendapat ekstrim, ada pula yang memiliki sikap dan pemikiran moderat.
Azariqah: 1. orang yang berbeda keyakinan dengan mereka, bukan hanya tidak mukmin, namun juga musyrik, halal, untuk diperangi dan dibunuh. 2. Wilayah orang yang berbeda keyakinan adalah dar al-kufr (wilayah kaum kafir), karena itu hartanya boleh diambil, anak-anak dan kaum wanitanya boleh ditawan dan dijadikan budak. 3. Anak-anak orang yang berbeda keyakinan dengan mereka kekal di neraka, karena dosa ayahnya. 4. Berkeyakinan bahwa para nabi bisa saja berbuat dosa besar dan kecil.
Najdat: 1. Tidak berpendapat anak pihak yang berbeda keyakinan boleh dibunuh. 2. Keberadaan imam (pemimpin) bukan kewajiban syari’at, namun kewajiban atas dasar maslahat (jika kaum muslimin dapat saling memberi nasehat dan menebarkan kebaikan, maka tidak diperlukan imam). 3. Menjadi kelompok pertama Khawarij yang meyakini konsep taqiyyah (menampakkan diri bukan Khawarij demi menjaga keselamatannya)
Shafariyah: 1. Berbeda pendapat mengenai pelaku dosa besar. Pertama, mengaggap bahwa dosa yang tidak ada sanksinya (had), tidak menjadikan pelakunya dihukumi sebagai pezina, pencuri, atau pelaku qadzhaf, selain yang ada sanksinya , maka pelakunya kafir. Kedua, berpendapat bahwa pelaku dosa tidak dianggap kafir. 2. Tidak berkeyakinan bahwa pihak yang tidak sependapat boleh dibunuh, tidak berkeyakinan bahwa wilayah mereka dar al-harb (zona perang), tidak berkeyakinan bahwa wanita dan anak-anak boleh ditawan, namun yang diperangi hanya markas pemerintah.
‘Ajaridah: 1. Membiarkan (tidak menyerang) pihak yang berseberangan jika diketahui sebagai orang bertakwa, karena itu, mereka tidak mewajibkan jihad terus-menerus. 2. Tidak berkeyakinan harus keluar dari wilayah yang dihuni  pihak yang berseberangan, meski hal itu lebih utama. 3. Tidak berpendapat bahwa harta pihak yang berseberangan boleh diambil hartanya. 4. Tidak boleh membunuh orang yang tidak memerangi mereka.
Ibadhiyah: 1. Sekte yang paling moderat diantara sekte Khawarij lain dan lebih dekat dengan kelompok Aswaja. 2. Berkeyakinan, pihak berbeda bukan musyrik dan bukan mukmin, namun kafir (kufur) nikmat, bukan kufur kaidah. 3. Tidak boleh membunuh pihak yang berbeda, wilayah mereka adalah dari Islam (wilayah Islam), kecuali markas pemerintah, namaun mereka tidak menyatakan bahwa markas itu harus diserang. 4. Bila terlibat perang dengan kelompok muslim lain, harta mereka tidak dianggap ghanimah, kecuali kuda dan persenjataannya.
Telah punah
Sempat berkembang pesat hingga dapat menguasai Bahrain, Hadhramaut, Yaman, dan Thaif, namun saai ini telah punah
Telah punah
Telah punah
Karena moderasinya, berkembang sampai kni di Aljazair, Tunisia, Libya, Zanjibar, Tanzania, dan Omman. Mereka memiliki ulama dan pendapat fikih yang baik.
TABEL 1. PERBEDAAN ASWAJA DAN SYI’AH
Aspek
Aswaja
Syi’ah
Rukun Islam
Syahadatain, Shalat, Puasa, Zakat, Haji
Shalat, Shaum, Zakat, haji, Wilayah
Rukun Iman
Allah, para malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, Qadha dan Qadar
Tauhid, Nubuwwah, Imamah, Al-‘Adl, Al-Ma’ad
Shahadat
Dua kalimat syahadat
Tiga kalimat shahadat (ditambah dengan menyebut dua belas imam)
Imam
Percaya pada imam tang ditak termasuk rukun iman (imam tidak terbatas)
Percaya kepada 12 imam termasuk rukun iman
Khilafah
4 Khulafa Rasyidin
Hanya Ali yang diakui
‘Ishmah
Khalifah tidak ma’shum, artinya mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa
Para imam yang berjumalah 12 adalah ma’shum seperti Nabi
Sahabat
Dilarang mencaci maki ara sahabat
Mencaci maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan Syi’ah berkeyakinan para sahabat setelah Rasullullah wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat memba’iat Abu Bakar sebagai khalifah.
Istri Rasul
Sayyidah Aisyah istri rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Para istri rasul termasuk ahlul bait
Aisyah dicaci maki. Para istri Rasul bukan Ahlu bait
A Quran
Tetap orisinil
Telah dibuah oleh para sahabat
Hadits
Al Kutub as- Sittah: shahih Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, an- Nasa’i
Al Kutub al- Arba’ah: al Kafi, al Istibshar, Man la yahdhuruhu al Faqih, at- Tahdzib
Surga dan neraka
Surga diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul. Neraka diperuntukkan bagi orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul.
Surga diperuntukkan bagi orang yang cinta Ali. Neraka diperuntukkan bagi orang yang memusuhi Ali.
Raj’ah
Tidak meyakini raj’ah adalah keyakinan bahwa keak di akhirat sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali, dimana saat itu ahlu bait akan balas dendam kepada musuhnya
Meyakini akidah raj’ah
Imam Mahdi
Imam Mahdi adalah sosok yang akan membawa keadilan dan kedamaian
Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasullullah, Ali, fatimah, serta ahlu bait. Selanjutnya ia akan membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Ketiga tersebut, akan disiksa, sebagai balasan ats perbuatan jahat mereka kepada ahlu bait. (orang Syi’ah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Aswaja, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
Mut’ah
Haram
Halal dan dianjurkan
Khamr
Najis
Najis
Air
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) tidak suci
Air yang telah dipakai cebok dianggap suci dan mensucikan
Shalat
1.Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. 2.Mengucapkan Amin sunnah. 3.Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur sya’i. 4.Shalat Dhuha disunnahkan
1.Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat. 2.Mengucapkan Amin di akhir surat al-Fathihah dalam shalat dianggap tidak sah. 3.Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun. 4.Shalat Dhuha tidak dibenarkan
TABEL 2. PERBEDAAN ASWAJA DAN KHAWARIJ
Aliran
Perbedaan
Teologi (aqidah)
Hukum (fiqh)
Politik (siyasah)
Aswaja
Rukun Islam: syahadat, shalat, puasa, zakat, haji
Rujukan hadits al Kutub as Sittah: shahih bukhari, muslim, abu dawud, turmudzi, ibnu majah, an Nasa’i
4 Khulafa rashidin

Rukun Iman: Allah, para malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, Qadha dan Qadar
Rujukan penetapan hukum (mashadir al tasyri’); Al Quran dan Sunnah Nabi
Percaya kepada imam tidak termasuk rukun iman (imam tidak terbatas)

Al Quran adalah orisinil
Potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nash Al Quran dan Sunnah
Pemimpin (imam) diangkat melalui kesepakatan ahl hal wa al- aqdi atau orang yang mengangkat dirinya sendiri (dalam kondisi darurat), kemudian dia dibaiat oleh ahl hal wa al- aqdi dan rakyat

Surga diperuntukkan bagi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Neraka diperuntukkan bagi orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul
Mengambil fikih dari imam madzhab empat, yaitu Abu Hanifah, Maliki, Syafi’I, dan Ahmad bin Hanbal
Kepemimpinan hukumnya wajib karena dalil syariat. (persamaan dengan Khawarij; harus ada pemimpin untuk mengelola dan mengamankan negara. Menurut Aswaja karena dalil, menurut Khawarij, karena maslahat



Pemimpin harus memenuhi empat syarat: 1. Berasal dari suku Quraisy. 2. Baiat. 3. Syura. 4. Adil
Khawarij
Meyakini khlaq al Quran (penciptaan Al Quran), karena itu Al Quran tidak suci
Hanya mengambil hadits yang diriwayatkan oleh para pemimpin mereka
Menyatakan keluar dari kepemimpinan Ali (yang sudah disahkan oleh ahl hal wa al- aqd dan telah dibaiat rakyat) setelah terjadinya peristiwa tahkim (arbitrase)

Setiap orang dari umat Nabi Muhammad yang tela melakukan dosa dikategorikan sebagai orang kafir dan ia akan kekal di dalam neraka
Meyakini hukum hanya milik Allah (la hukma ilalillah), karena itu mengukumi sesuatu dengan selain hukum Allah menurut mereka adalah kufur
Mengkafirkan Ali, Utsman, Muawiyah, oarng yang terlinat dalam perang Jamal, dua pihak yang menyepakati perjanjian tahkim, serta orang yang mendukung kedua pihak

Mengubah nama dan sifat Allah
Semangat membabi buta (hammasah) dan hanya berpegang teguhpada lahiriah teks/ dalil
Berkeyakinan bahwa jika pemimpin kafir, maka rakyat ikut kafir, karena itu wajib keluar dari kepemimpinan imam yang mereka nilai elah kafir

Memaknai istiwa (bersemayamnya) Allah di Arsy dengan istila’ (menguasai), sehinga direbut kembali oleh Allah
Kesalahan dalam ijtihad dapat menjadikan seseorang kafir
Khalifah harus dipilih malului pemilihan yang bebas dan bersih, dilakukan oleh mayoritas kaum muslimin, bukan hanya sebagian golongan, dan epemimpinan khalifah terus sah selama ia menegakkan keadilan dan syariat, jauh dari kesalahan dan kezaliman. Jika ia berkhianat, wajib dipecat atau dibunuh

Mayoritas Khawarij tidak mengimani azab kubur

Khalifah tidak harus dari suku Quraisy, juga tidak harus dari bangsa Arab. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab al- Rasi (bukan dari Quraisy) sebagai khalifah dan menyebutnya amir al- mukminin

Berani mati dan menghadapi bahaya yang mengancam jiwa dan keselamatan, dengan alasan yang tidak kuat

Kelompok Khawarij bernama najdat berpendapat pengangkatan imam wajib karena maslahat dan kebutuhan, bukan wajib karena dalil syariat

Kelompok Khawarij bernama Yazidiyah meyakini bahwa Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan ‘ajam (non Arab) dan menurunkan syariat Nabi






PENUTUP
Kesimpulan
Pengklasifikasian firqah islam menjadi 73 adalah sebuah prediksi Rasulullah sesuai system berfikir yang akan berkembang di masa yang akan datang dalam memahami ajaran islam. Tapi semua kelompok itu masih dalam bingkai umat Nabi Muhammad dan tidak sampai keluar dari din al-islam. Kelompok yang selamat adalah sebuah prilaku dari perorangan atau kelompok yang mengikuti sunnah Nabi dan para sahabatnya. Lintas organisasi, partai, madzhab, negara, generasi, tokoh atau lainnya.
Nahdlatul Ulama’ mengaku sebagai kelompok ahlussunnah waljamaah tapi aswaja tidak hanya NU. Bisa saja orang mengaku NU tapi dalam pemahamannya tentang islam tidak sesuai dengan konsep aswaja. Jadi bisa saja seorang berada di golongan yang bukan NU tapi keyakinannya sesuai dengan konsep ASWAJA.
Reinterpretasi sebuah konsep aswaja adalah kembali kepada pemahaman as-salaf as-shaleh yang paling dekat dengan system hidup Rasulullah dan sahabatnya. Dan upaya mencari kebenaran adalah dengan menggunakan pisau analisis para mujtahidin yang diakui kemampuan dan keikhlasannya dalam memahami islam. Bukan hanya dengan sebuah wacana yang dikembangkan oleh orientalis yang berusaha membius pemikir muslim dan menghancurkan islam dari dalam. Wallahu a’lam bis-shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar